Senin 03 Jun 2024 14:39 WIB

Mencegah Perubahan Iklim Lewat Bangunan Ramah Lingkungan

Bangunan ramah lingkungan tidak identik dengan mahal.

Red: Satria K Yudha
Green Building/ilustrasi
Foto: solartimes,in
Green Building/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Crisis Management Conference (CMC) 2024 yang digelar di Jakarta pada akhir Mei lalu menyibak kesadaran pengambil kebijakan di ibu kota untuk ikut berkontribusi mencegah perubahan iklim global. Pembangunan Jakarta dengan segala problematika, tentunya membutuhkan perencanaan yang matang agar tercipta kota berwawasan lingkungan yang hemat dalam penggunaan energi dan secara bertahap menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT).

Green Building Council Indonesia (GBCI) menyebut penyumbang emisi terbesar dunia berdasarkan sektor masih disumbang industri (30 persen), pengelolaan bangunan (28 persen), transportasi (22 persen), dan lain-lain (9 persen).

Baca Juga

Artinya, apabila emisi dari industri, bangunan, dan transportasi bisa ditekan, maka perubahan iklim global juga bisa dicegah. Tiga faktor itu juga yang menjadi persoalan kota-kota besar di dunia selama ini, termasuk di Jakarta.

Jakarta, sejauh ini masih berjuang untuk memperbaiki kualitas udara yang berdasarkan indeks kualitas udara (air quality index/ AQI), termasuk kota dengan udara yang masih perlu terus diperjuangkan untuk menjadi baik. Hal ini setara dengan kota-kota lain di dunia, seperti Lahore (Pakistan), Bagdad (Irak), Kinshasa (Kongo), New Delhi (India), Dhaka (Bangladesh).