Selasa 04 Jun 2024 10:30 WIB

PBB: Tingkat Kematian Akibat Bencana Menurun 

Seluruh negara kini sudah dilindungi sistem peringatan tsunami.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Warga berjalan di samping sisa-sisa rumah yang rusak di Kota Datu Odin Sinsuat, Maguindanao, Filipina selatan pada Ahad, 30 Oktober 2022.
Foto: AP
Warga berjalan di samping sisa-sisa rumah yang rusak di Kota Datu Odin Sinsuat, Maguindanao, Filipina selatan pada Ahad, 30 Oktober 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perubahan iklim membuat bencana alam seperti angin siklon, banjir, dan kekeringan semakin intens, sering, dan melada semakin banyak tempat. Namun, menurut Asisten Sekretaris Jenderal PBB Kamal Kishore, jumlah korban jiwa akibat bencana semakin berkurang berkat semakin baiknya upaya mitigasi seperti sistem peringatan dini. 

Kishore mengatakan dunia belum benar-benar menyadari bagaimana jenis-jenis badai yang dapat membunuh puluhan ribu atau ratusan ribu orang, kini hanya menimbulkan sedikit korban jiwa. Namun menurutnya, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencegah bencana alam mendorong orang ke jurang kemiskinan.

Baca Juga

"Semakin sedikit orang yang meninggal dunia dalam bencana dan bila melihatnya berdasarkan proporsi total populasi, maka jumlahnya lebih sedikit lagi, kita kerap menganggap remeh kemajuan yang telah kita capai," kata Kishore, Senin (3/6/2024).

Dia mencontohkan, 20 tahun yang lalu sangat jarang ada sistem peringatan dini tsunami, kecuali di sebagian kecil belahan dunia. "Tapi kini seluruh negara sudah dilindungi sistem peringatan tsunami," katanya. 

Mitigasi telah diperkuat setelah adanya bencana tsunami yang menewaskan sekitar 230 ribu orang di Indonesia, Sri Lanka, India dan Thailand. Kishore mengatakan sistem peringatan badai tropis juga semakin baik.

Kini, tambahnya, korban jiwa badai tropis yang terjadi di Filipina hanya sepertiga dari 20 tahun yang lalu. Kishore yang juga mantan kepala penanggulangan bencana India, menceritakan bagaimana negaranya berhasil menurunkan korban jiwa karena sistem peringatan dan kesiagaan masyarakat yang lebih baik.

Salah satu contohnya adalah kesigapan rumah sakit yang  untuk melakukan operasi melahirkan di tengah badai siklon. Pada tahun 1999, badai super siklon menghantam bagian timur India, menewaskan hampir 10 ribu orang. Tapi badai dengan ukuran yang hampir sama pada tahun 2013 hanya menewaskan beberapa orang.

Tahun lalu, selama dalam pengawasan Kishore, badai Siklon Biparjoy menewaskan kurang dari 10 orang. Kishore mengatakan korban jiwa akibat banjir juga berkurang.

Pakar epidemiolog dari Catholic Universiy of Louvain di Brussels, Debarati Guha-Sapir, mengatakan pernyataan Kishore memang berlandaskan data. Berdasarkan data yang dimiliki Guha-Sapir, total korban jiwa akibat bencana turun, dari rata-rata 24 orang pada tahun 2008 menjadi delapan orang pada tahun 2021. Data juga mengindikasikan kematian akibat banjir per peristiwa turun dari rata-rata sepuluh tahun yang hampir 72 orang menjadi sekitar 31 orang. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement