Rabu 12 Jun 2024 15:30 WIB

Industri Penerbangan Desak Eropa Tambah Investasi untuk Bahan Bakar Sintetis

Pasokan bahan baku untuk memproduksi bahan bakar dari material organik belum memadai.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Pesawat Airbus A321 XLR mengudara saat gelaran International Paris Air Show di Bandara Paris-Le Bourget, di Le Bourget, Prancis, 19 Juni 2023.
Foto: EPA-EFE/LUDOVIC MARIN
Pesawat Airbus A321 XLR mengudara saat gelaran International Paris Air Show di Bandara Paris-Le Bourget, di Le Bourget, Prancis, 19 Juni 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pemimpin-pemimpin industri penerbangan Eropa meminta kawasan tersebut untuk lebih banyak berinvestasi pada bahan bakar sintetis guna memenuhi target nol emisi dan dekarbonisasi industri penerbangan pada 2050. Menurut mereka, target itu tidak bisa dicapai dengan hanya mengandalkan bahan bakar hayati atau biofuel.

Menurut pejabat dan para petinggi pemerintah, industri penerbangan bahan bakar hayati berkelanjutan untuk penerbangan (SAF) diproduksi dengan bahan dasar seperti minyak sayur atau kepingan kayu. Biofuel dinilai dapat mengurangi emisi penerbangan hingga 80 persen dan dianggap sebagai solusi hijau bagi sektor tersebut.

Akan tetapi, pasokan bahan baku untuk memproduksi bahan bakar dari material organik belum memadai. Oleh karena itu, investasi pada bahan bakar sintetis sebagai langkah yang lebih murah untuk mengurangi hidrogen dan tangkapan karbon (e-SAF) diperlukan agar Eropa dapat memenuhi tujuan hijaunya.

Hanya sedikit kilang yang memproduksi e-SAF yang dianggap lebih bersih dibandingkan SAF berbahan biofuel dan hanya sedikit maskapai yang berkomitmen untuk membelinya. "Pertama-tama jelas kami membutuhkan e-SAF untuk membawa pasar yang memerlukannya untuk memenuhi mandat bahan bakar campuran dan kemudian pada tahun 2050 semua penerbangan dan semua pesawat terbang dengan SAF," kata pakar yang mengerjakan proyek SAF di perusahaan Jerman, Griesemann, Uwe Gaudig, Rabu (12/6/2024).

SAF yang hanya menyumbangkan 0,2 persen bahan bakar pesawat terbang, diproduksi dengan biofuel berbahan bakar organik. Salah satu alasan mengapa belum banyak digunakan karena biaya SAF berbahan bakar biofuel bisa mencapai tiga sampai empat kali lebih mahal dari bahan bakar pesawat biasa.

Pakar mengatakan, pada dasarnya SAF sintesis lebih mahal. Diperkirakan 10 kali lebih mahal dari bahan bakar pesawat biasa.

Dengan peraturan yang bertujuan mendorong penggunaan bahan bakar hijau, Uni Eropa menawarkan subsidi pada sejumlah e-SAF. Tapi, pemimpin industri penerbangan mengatakan pemerintah harus berinvestasi pada infrastruktur dan produksi. "Harga satu hal, satu halnya lagi kami perlu stabilitas dan regulasi dari pemerintah," kata Gaudig di sela pameran pesawat Berlin Airshow pekan lalu.

Para eksekutif yang bekerja untuk produsen SAF mengatakan, tanpa peraturan yang jelas seperti mekanisme kepastian harga dan jaminan yang jelas, sektor bahan bakar hijau untuk penerbangan akan sulit tumbuh di Eropa.

Kepala proyek SAF untuk wilayah Timur Tengah dari perusahaan bahan bakar terbarukan HIF Global, Thorsten Herdan, mengatakan perusahaannya membutuhkan pendanaan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar. Tapi terkadang investor terhambat perubahan legislasi.  

Kepala bidang keberlanjutan perusahaan produsen pesawat Airbus Julie Kitcher mengatakan, perluasan listrik terbarukan dan elektroliser di seluruh sektor juga akan membuat pembuatan bahan bakar menjadi lebih mudah dan murah. Namun pejabat kepala kebijakan penerbangan kelompok advokasi Transport and Environment Marte van der Graaf mengatakan, hanya segelintir proyek e-SAF di Eropa yang mendapatkan pendanaan pada 2028.

"Masalahnya adalah tidak ada investasi. Jadi anda memiliki potensi yang luar biasa, tapi bila tidak pernah mencapai FID (keputusan final investasi), maka tidak akan pernah ada (investasi),"  katanya. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement