Jumat 14 Jun 2024 15:00 WIB

El Nino Picu Krisis Pangan di Kawasan Selatan Afrika

Kekeringan berdampak pada 750 ribu hektare ladang biji-bijian.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Kekeringan (ilustrasi)
Foto: Foxnews
Kekeringan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani-petani di negara-negara di selatan Afrika mengalami kesulitan selama tiga bulan pertama 2024. Petani Malawi, Mozambik, Zambia, dan Zimbabwe mengalami kekeringan tidak biasa pada Februari dan musim hujan dengan curah hujan paling rendah dalam beberapa dekade.

Masalah-masalah ini mengakibatkan gagal panen dan memicu krisis pangan. Petani dari daerah tradisional Ngabu di selatan Malawi, Felix Phikamiso mengatakan, cuaca panas membuat ladang jagungnya mengering dan hujan pada pertengahan Maret juga merusak ladangnya.

"Tahun lalu, kami tidak panen karena sebagian besar ladang kami tersapu banjir badai Freddy, saya rasa penanaman tahun ini tidak akan menghasilkan sesuatu," kata seperti dikutip Dialogue Earth, Jumat (14/6/2024).

Sementara itu di Provinsi Timur, Zambia, Janet Mwale, pasrah melihat jagung ia tanam di Desa Chipwaira layu dan mati. Pupuk tidak cukup menyelamatkan tanamannya.

"Kami tidak tahu bagaimana kami bisa memberi makan kami sendiri karena kami hanya mengandalkan pertanian, musim kemarau membuat kami kesulitan," katanya kepada Dialogue Earth.

Fenomena alam El-Nino berperan besar dalam kekeringan parah tahun ini. Peristiwa alam ini terjadi ketika suhu permukaan Samudra Pasifik naik. El Nino mengubah pola cuaca di seluruh dunia, termasuk menurunkan curah hujan di kawasan selatan Afrika.

Apa yang terjadi kawasan selatan Afrika mencerminkan laporan lembaga pemantau ketahanan pangan Famine Early Warning Systems Network tahun 2023 lalu. Laporan itu memprediksi El Nino akan mengakibatkan panas berlebih dan menurunkan curah hujan di Malawi, Mozambique, Zambia, Afrika Selatan, Zimbabwe dan Madagaskar.

Selain memperingatkan El Nino akan menurunkan panen di Malawi, Mozambik, dan Zimbabwe pada tahun 2024, laporan tersebut juga memperkirakan fenomena tersebut akan mendorong kerawanan pangan di Afrika Selatan hingga awal tahun 2025.

Penelitian World Weather Attribution menemukan kekeringan sebagian besar disebabkan El Nino dibandingkan perubahan iklim. "Selama satu tahun terakhir, penelitian menunjukkan banyak peristiwa cuaca ekstrem didorong kombinasi antara perubahan iklim dan El Nino," kata peneliti cuaca ekstrem di Imperial College, Joyce Kimutai.

"Kekeringan di Selatan Afrika tampaknya contoh jarang di mana peristiwa itu sebagian besar disebabkan El Nino," tambahnya.

Famine Early Warning Systems Network memperingatkan kekeringan akan menaikan harga pangan di seluruh kawasan dibandingkan tahun 2023 dan rata-rata lima tahun terakhir. Kenaikan harga pangan dan rendahnya pendapatan diprediksi akan semakin menekan perekonomian rumah tangga di kawasan.

Dalam laporannya yang bertajuk "Southern African Seasonal Monitor" pada Februari 2024, Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan penurunan curah hujan pada kuartal pertama tahun ini akan berdampak signifikan pada pertanian dan ketahanan pangan sepanjang 2024.

Pemimpin-pemimpin politik di kawasan sudah mengungkapkan krisis ini. Pada bulan Maret lalu, Presiden Malawi Lazarus Chakwera mendeklarasikan masa darurat di 23 dari 28 distrik negara itu. Ia mengatakan hampir dua juta rumah tangga terdampak.

Sebanyak dua pertiga masyarakat Malawi menggunakan jagung sebagai pangan dasar. Chakwera mengatakan kekeringan berdampak pada 750 ribu hektare ladang biji-bijian atau 44,3 persen dari total jagung. “Kerusakan sebesar ini memerlukan hampir 600.000 metrik ton jagung senilai 357,6 miliar MWK atau 205 juta dolar AS untuk respons kemanusiaan,” katanya.

Jagung merupakan makanan pokok di Zambia. Presiden negara itu Hakainde Hichilema mengatakan, sebanyak 84 dari 116 distrik terdampak kekeringan yang menghancurkan hampir setengah dari 2,2 juta hektare ladang jagung.

Selain pertanian, Hichilema juga menyoroti dampak kekeringan pada pasokan air dan energi. "Kekeringan berdampak buruk pada banyak sektor seperti pertanian, ketersediaan air, dan pasokan energi, membahayakan ketahanan pangan nasional dan kehidupan jutaan orang," katanya.

Menurut Hichilema, kekeringan juga akan berdampak pada pembangkit listrik tenaga air. Ia mengatakan Zambia dapat mengalami defisit sebesar 520 megawatt pada Desember 2024. Sementara itu, Presiden Zambia berharap bantuan yang ditujukan untuk produksi pertanian akan mengurangi tekanan pangan. Namun, kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun bagi negara ini untuk pulih dari dampak kekeringan sebesar ini, misalnya terhadap nutrisi anak-anak.

Pada tahun 2015-2016, Mozambik mengalami kekeringan terburuk dalam 35 tahun terakhir. Bencana itu berdampak besar pada pangan dan ternak, dan 1,5 juta orang mengalami kerawanan pangan.

Tahun ini, kekeringan yang disebabkan El Nino dapat mengakibatkan kelaparan akut bagi sekitar 3,3 juta orang di negara tersebut pada bulan September. Konflik di Provinsi Cabo Delgado juga membahayakan pasokan makanan Mozambik.

Ekonom dan dosen Pertanian dan Sumber Daya Alam University of Lilongwe (Luanar) Horace Phiri menganjurkan adanya bimbingan dan pendoman dari pekerja "penyuluh pertanian" sehingga pengetahuannya dapat diterapkan untuk mengurangi dampak kekeringan. Phiri mengatakan terkadang petani menanam tanaman lain di ladang jagung.

"Daerah yang berbeda memiliki kondisi yang berbeda, jadi petani harus menyadari apa yang berlaku bagi mereka, itulah mengapa petani membutuhkan konsultasi: mereka harus berhati-hati dalam memilih benih dengan memilih tanaman tahan kekeringan," katanya.

Innocent Phangaphanga, yang memimpin lembaga pemikir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Luanar, mengatakan investasi di bidang pertanian akan mengurangi dampak kekeringan di masa depan. Misalnya dengan mengembangkan model pendidikan agronomi Anchor Farm di Malawi, serta memajukan rencana meningkatkan pertanian di negara tersebut dengan menciptakan "mega farms."

Phangaphanga juga menyarankan investasi pada teknologi irigasi dan pemanenan air, serta beralih ke penanaman tanaman musim dingin, memelihara ternak yang tahan kekeringan dan memprioritaskan praktik pertanian konservasi.

Mitigasi dan adaptasi kekeringan membutuhkan dana. Pada 20 Mei lalu Presiden Angola Joao Manuel Goncalves Lourenco meluncurkan inisiatif kawasan, Southern African Development Community’s, yang mengajak negara anggota, masyarakat internasional dan sektor swasta untuk menyediakan bantuan setidaknya sebesar 5,5 miliar dolar AS.

Koalisi antar-pemerintah itu mengatakan 61 juta orang di kawasan terdampak kekeringan yang diakibatkan El Nino. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement