REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (Prospera) dan perusahaan keuangan Moody's mengembangkan kebijakan manajemen resiko perubahan iklim untuk sektor perbankan Indonesia.
Kerja sama ini dilakukan rangka mendukung upaya target Net Zero Emission (NZE) pemerintah. Perbankan sebagai bagian dari sektor jasa keuangan memiliki peran besar dalam menggerakkan pembiayaan ke arah hijau dan transisi.
"Perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan. Tapi berpotensi menimbulkan resiko sistemik pada sistem kita, ekonomi kita, dan masyarakat secara keseluruhan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam Kick Off Ceremony Cooperation OJK-Prospera on Climate Risk Management Policies for Indonesian Banks, Jumat (28/6/2024).
Ia mengatakan dampak perubahan iklim dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Karena itu penting mengasesmen kerentanan sektor perbankan pada perubahan iklim terutama karena letak geografi Indonesia.Dalam pidatonya Dian mencatat Indonesia berada di urutan kedua negara yang paling terpapar resiko perubahan iklim di dunia. Sementara urutan kelima penghasil emisi di dunia.
"Sementara kami mengakui portofolio alokasi kredit perbankan Indonesia pada industri karbon intensitas tinggi cukup signifikan. Diperkirakan 40 persen dari total alokasi kredit sektor perbankan," kata Dian.
Ia mengatakan resiko sektor perbankan akan lebih tinggi dengan skenario transisi yang tidak tepat ini. Temuan ini juga menunjukkan perlunya langkah-langkah dan tata kelola proaktif dan kerangka kerja yang lebih kuat di sektor perbankan Indonesia."Untuk memitigasi potensi resiko perubahan iklim pada keuangan," katanya.
Dian mengatakan kolaborasi OJK dengan Prospera dan Moody's terkait pada beberapa hal. Pertama skenario untuk Indonesia dan memperkuat metodologi menguji tekanan perubahan iklim pada usaha kecil menengah dan perbankan.
Kedua, mengatasi kesenjangan data dengan membangun metodologi pengembangan data pada transisi fisik dan risiko. Kemudian juga melakukan penilaian dampak iklim kuantitatif untuk industri perbankan dan menggelar pelatihan manajemen resiko perubahan iklim pada OJK dan bank-bank Indonesia.
"Kami berharap kolaborasi ini akan memberikan hasil yang berarti di masa mendatang. Bank-bank akan dilengkapi dengan panduan dan data yang lebih baik mengenai manajemen risiko iklim. Indonesia akan dapat melakukan penilaian iklim dan tentunya kerangka peraturan untuk menilai resiko iklim," kata Dian.