Ahad 07 Jul 2024 09:09 WIB

Al-Azhar Mesir, Grand Syekh, dan Koeksistensi Umat Beragama

Al-Azhar berperan penting dalam Moderatisme beragama

 (dari kiri) Grand Syekh Al Azhar Prof Dr Syekh Ahmed Mohammad Ahmed El-Tayeb bersama Presiden RI Joko Widodo saat pertemuan tertutup di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (22/2).
Foto: Republika/ Wihdan
(dari kiri) Grand Syekh Al Azhar Prof Dr Syekh Ahmed Mohammad Ahmed El-Tayeb bersama Presiden RI Joko Widodo saat pertemuan tertutup di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (22/2).

Oleh : Prof Dr Nunu Burhanuddin Lc MAg, guru besar UIN Djamil Djambek Bukittinggi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Universitas Al-Azhar merupakah salah satu perguruan tinggi terkemuka dan tertua di dunia. Universitas Al-Azhar berdiri pada 7 Ramadhan 361 H, bertepatan dengan 22 Juni pada 972 M, kini telah memasuki ke-1052 tahun, atau berusia 1084 tahun jika dihitung dari kalender Hijriyah.

Sebelumnya universitas Zaitunah di Tunisia menjadi pemegang rekor universitas tertua di dunia yang berdiri 737 M disusul universitas Al-Qarawiyyin di Maroko yang berdiri tahun 859 M. Ketiga universitas di dunia Arab ini lebih senior dari university of Oxford di Inggris yang berdiri tahun 1096 M, Stanford University berdiri 1885 M, dan Cambridge university  1534 M.

Baca Juga

Universitas Al-Azhar didirikan oleh Dinasti Fatimiyah (penganut Syiah Ismailiyah) dipandang sebagai kiblat ilmu dan referensi utama wacana keislaman global. Di Universitas Al Azhar, tidak hanya ilmu agama Islam yang diajarkan melainkan berbagai ilmu lainnya, seperti Filosofy, Science and Technology, Management and Business Administration, Arts, Languages and Humanities, Agriculture, Dentistry and Medicine. Universitas ini memiliki 81 fakultas, 9 institut, 359 jurusan, 42 pusat studi, 6 rumah sakit akademik, dan 27 unit administrasi. Ia juga menjadi pusat studi utama pada ilmu literatur arab dan ilmu keislaman dunia.

Perpustakaannya menjadi yang terpenting karena memuat berbagai buku yang diterbitkan ratusan tahun lalu. Pada setiap tahunnya Universitas Al-Azhar menerima sekitar 30 ribu mahasiswa asing yang datang dari berbagai negara.

Dilihat dari jumlah mahasiswa full-time yang berdasarkan survai Times Higher Education tahun 2022 dari 1799 universitas di 104 negara di dunia jumlah mahasiswa Al-Azhar berjumlah 425.977 mahasiwa sebagai kampus dengan jumlah mahasiswa terbanyak ketiga setelah Tribhuvan University di Nepal dengan 460.632 mahasiwa, dan Payame Noor University di Iran yang menampung 454.155 mahasiswa.

Salah satu kontribusi penting universitas Al-Azhar adalah perspektif moderatisme (wasatiyah) yang diusung, dimana Al-Azhar tidak menyeleksi calon mahasiswa berdasarkan latar belakang paham keagamaan tertentu. Semua bisa diterima secara terbuka, selama memenuhi persyaratan akademik, seperti kemampuan bahasa Arab dan hafalan Alquran. Mahasiswa dari berbagai mazhab dan aliran keagamaan, seperti Sunni, Syiah, Ikhwanul Muslimin, Salafi, dan lain-lain.

Pun keragaman dalam identitas agama, cara berpikir, berperilaku dan cara berpakaian yang berbeda. Data dari koran al-Wathan pada 5 Mei 1916 menyebutkan, Universitas Al-Azhar menerima mahasiswa dari Kristen Koptik, yang merupakan entitas Kristen tertua di Timur Tengah.

Para pelajar Kristen Koptik tersebut bahkan memiliki pojok komunitas tersendiri yang difasilitasi al-Azhar yang disebut Ruwaq al-Aqbath. Beberapa nama alumni Al-Azhar dari penganut Kristen dan tokoh penting antara lain Al-As’ad bin Mamat, yang menjabat Menteri pada era Shalahuddin Al-Ayubi, Jundi Ibrahim Syahatah, pemilik Media Al-Wathan, dan Makram Abid, tokoh Kristen Koptik yang berteman dekat dengan Hassan Al-Banna.

Konstruksi pemikiran moderatisme Al-Azhar mendapat momentumnya melalui sentuhan pemikiran Grand Syekh Ahmed Mohamed Ahmed El-Tayeb. Syekh Agung Al-Azhar As-Syarif ke-44 ini menggantikan pendahulunya, yaitu Syeikh Muhammad Sayyid al-Thanthawi. Lahir di Qena, Mesir bagian selatan pada 6 Januari 1946, dengan nasab bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Imam Hasan bin Ali Abi Thalib.

Grand Syekh El-Tayeb dikenal sebagai penganut Asy’ariyah dalam mazhab aqidah, Maliki dalam mazhab fiqih, dan Khalwati sebagai tarekat sufinya. Pengaruh ilmiahnya sebagai intelektual terkemuka Sunni Islam mencakup seluruh dunia sebagai ulama moderat yang selalu menyerukan ukhuwah (pesatuan), insâniyah (kemanusiaan), dan tegas mengkritik Zionisme.

Beberapa keutamaan Syekh El-Tayeb, antara lain memperoleh penghargaan dari Sheikh Zayed Book Award tahun 2013 kategori “Cultural Personality of the Year”. Sheikh Zayed Book Award adalah salah satu hadiah paling bergengsi di dunia Arab. Kemudian informasi yang dikutip dari “The Muslim 500: The World’s Most Influential Muslims”, Syekh El-Tayeb dinobatkan sebagai tokoh Muslim pertama yang paling berpengaruh di tahun 2017/2018.

Dia juga dikenal sebagai advokat Muslim tradisonal, pemimpin Universitas al-Azhar, serta pengelola jaringan al-Azhar. Selain piawai dalam berdakwah, Syekh El-Tayeb menulis beberapa buku penting, antara lain Al-Jânib An-Naqdi fi Al-Falsafah Abi Al-Barakat Al-Baghdadi (1981), Mabâhits Al-Wujûd wa Al-Mâhiyah min Kitab Al-Mawâqif (1982), Mafhûm Al-Harakah bayna Al-Falsafah Al-Islâmiyah wa Al-Markisiyah (1982), Mabahits Al-‘Illah wa Al-Ma’lul min Kitab Al-Mawaqif (1982), Madkhal li Dirâsati Al-Manthiq Al-Qadim (1987), riset bidang Filsafat Islam bersama para peneliti lain di Universitas Qatar pada 1993, serta komentar terhadap Bab Ketuhanan dari buku Tahdzib Al-Kalam karya Imam Taftazani (1997).

Dari data buku yang ditulisnya..

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement