Kamis 11 Jul 2024 00:18 WIB

Benang Merah Universitas Al Azhar Mesir dan Pesantren Darunnajah

Universitas Al Azhar Mesir menginspirasi sistem pendidikan Pesantren Darunnajah.

Pesantren Darunnajah Jakarta.
Foto: Darunnajah
Pesantren Darunnajah Jakarta.

M Towil Akhirudin; Dosen Universitas Darunnajah

 

Baca Juga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari kamis tanggal 11 Juli 2024, yang bertepatan dengan 5 Muharram 1446 akan menjadi momentum berharga bagi pesantren Darunnajah Jakarta khususnya, dan umat Islam di Indonesia. Hari dimana pesantren akan kehadiran sosok agung dari bumi Kinanah, Mesir. Dia adalah Grand Syaikh Al Azhar Profesor Ahmad Muhammad Ahmad Al Tayib. Beliau seorang ‘alim allamah yang diberikan amanat memangku imam besar Universitas Al Azhar Asy Syarif Kairo Mesir.

Bagi pesantren Darunnajah, silaturahmi dengan Universitas Al Azhar Kairo Mesir bukanlah sebentar. Namun silaturahmi yang telah terjalin sangat lama. Sudah banyak ulama kenamaan yang hadir di pesantren Darunnajah. Sudah banyak pula alumni pesantren ini yang menuntut ilmu di Universitas Al Azhar. Bahkan mereka yang telah menjadi alumni Al Azhar, telah membuktikan amal bakti di tengah-tengah masyarakat. Dan menjadi uswah hasanah bagi siapapun. Hal ini dikarenakan keberkahan dari Universitas Al Azhar dan pesantren Darunnajah.

Salah satu benang merah, dari silaturahmi pesantren Darunnajah dan Universitas Al Azhar adalah wakaf produktif dari hamba-hamba Allah yang saleh. Universitas Al Azhar telah menjadi panutan dari sebuah lembaga wakaf yang telah berusia ribuan tahun. Lembaga ini bermula dari sebuah masjid yang bernama masjid Al Azhar di wilayah Mesir kuno. Lalu berkembang menjadi universitas Al Azhar Asy Syarif. Bahkan terus berkembang hingga saat ini, hingga hari akhir nanti, insya Allah.

Pesantren Darunnajah pun lembaga pendidikan Islam yang berbasis wakaf. Kiai Abdul Manaf Mukhayyar sosok utama dari kehadiran pesantren ini. Beliau memulai wakaf lahan miliknya sejumlah 600 meter. Dia kini telah berkembang menjadi ribuan hektar. Lembaga yang dirintis sejak bangsa Indonesia belum merdeka, yaitu tahun 1942. Lembaga itu berupa Madrasah Al Islamiah. Hingga saat ini telah berdiri pesantren-pesantren dan universitas Darunnajah. Perjuangan Kiai Manaf tidaklah sendiri. Ada sosok lainnya yang turut memperjuangkan lembaga wakaf ini. Kiai Kamaruzzaman dan Kiai Mahrus Amin adalah tokoh sentral dari lembaga ini.

Kiai Manaf berujar idza shirtu ghaniyyan, saaftahu madrasatan makanan. Yang artinya bila aku menjadi orang kaya, maka aku akan membuka madrasah (lembaga pendidikan Islam) gratis. Ujaran inilah yang menjadi motivasi tertinggi dalam pengembangan lembaga wakaf. Karena dengan wakaf, lembaga ini akan terus bermanfaat bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Dengan landasan keikhlasan dari wakif dan pejuang-pejuang Darunnajah, lembaga ini terus menyiarkan dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sebagaimana syiar Grand Syaikh Al Azhar Profesor Ahmad Al Tayib di Indonesia.

Saat ini pesantren Darunnajah digawangi dua sosok alim dan saleh. Yang diamanati melanjutkan perjuangan para pendiri. Kiai Sofwan Manaf dan kiai Hadiyanto Arief. Memimpin 22 pesantren bertebaran di bumi nusantara. Dengan beraneka ragam satuan pendidikan. Serta lembaga pendidikan tinggi Universitas Darunnajah. Kiai Sofwan pada saat Khutbatul Arsy Guru-guru menyampaikan; semoga kita yang hadir, dapat melanjutkan perjuangan orang-orang sebelum kita. Begitu harapan beliau sambil terharu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement