Senin 15 Jul 2024 17:30 WIB

Catatan Kritis Koalisi Masyarakat atas UU Konservasi

UU KSDAHE belum bisa menjawab tantangan pelaksanaan konservasi sumber daya alam.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Dua bunga Rafflesia Arnoldi mekar di Taman Konservasi Puspa Langka, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Kamis (29/4/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi
Dua bunga Rafflesia Arnoldi mekar di Taman Konservasi Puspa Langka, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Kamis (29/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI dan Pemerintah RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) pekan lalu. Koalisi masyarakat sipil Indonesia menilai erubahan yang dilakukan justru menghadirkan sejumlah masalah baru.

Dalam pernyataannya, Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan perubahan konsep dari undang-undang pengganti menjadi undang-undang perubahan, membuat materi muatan dalam UU KSDAHE belum mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat dan belum bisa menjawab tantangan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selama ini.

Baca Juga

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, disahkannya RUU KSDAHE menjadi undang-undang, maka mempertegas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati di Indonesia masih tetap menitikberatkan pada paradigma lama, yakni tiga pilar konservasi pemanfaatan, pengawetan, dan perlindungan. Padahal penting untuk melihat situasi realita dan kenyataan di lapangan.

Selain pemerintah, masyarakat dan masyarakat adat juga memiliki pengetahuan, kearifan, dan kemampuan dalam mengkonservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Titik berat konservasi seharusnya dilakukan secara inklusif dengan mengakui dan menghargai subjek masyarakat dan masyarakat adat sebagai pelaku konservasi.