Jumat 19 Jul 2024 13:14 WIB

Tangan Diangkat atau Infaq, Mana Lebih Hebat?

Orang yang gemar berinfaq tidak diterima oleh neraka.

Abdurachman Latief
Foto: dok pribadi
Abdurachman Latief

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdurachman Latief

Suatu hari, Malaikat Kematian mendatangi Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalaam (AS.). Malaikat itu bertanya, “Siapa anak muda yang baru saja mendatangimu wahai Ibrahim?”

“Yang anak muda tadi maksudnya?” tanya Ibrahim. “Itu sahabat sekaligus muridku.” Lanjut Ibrahim.

”Apa maksud kedatangannya?”

“Dia bilang dia akan menikah besok pagi.”

“Sayang wahai Ibrahim, ia tidak akan hidup sampai besok pagi.”

Usai berkata Malaikat Kematian berlalu pergi. Nabi Ibrahim sendiri. Dalam hati ingin rasanya beliau mengabarkan kepada pemuda tersebut tentang jadwal kematiannya.  Agar menyegerakan jadwal pernikahannya malam ini. Tetapi tidak jadi. Beliau memilih agar informasi kematian tetap menjadi rahasia Allah.

Keesokan harinya, Ibrahim merasa aneh. Mengapa? Ternyata anak muda itu tetap bisa menikah sesuai jadwal.

Hari berganti, pekan berganti, bulan dan tahun pun terus berjalan. Ibrahim merasa bertambah aneh. Ternyata anak muda ini mampu berumur panjang. Bahkan sampai mencapai usia 70 tahun.

Disertai rasa heran Ibrahim bertanya kepada Malaikat Kematian. Apa yang dimaksud dengan usia pemuda itu tidak sampai besok, ketika dahulu beliau pernah bertemu dengannya?

Malaikat Kematian menjawab, ”memang sesuai jadwal itu, saya akan mencabut nyawanya. Namun Allah menahan kematiannya.”

“Mengapa begitu. Apa sebabnya?” Ibrahim mencari tahu.

“Wahai Ibrahim, malam menjelang pernikahan anak muda itu besoknya, ia menginfaqkan separuh kekayaannya. Inilah mengapa Allah memanjangkan usianya. Sekarang engkau masih melihatnya hidup.” sambung Malaikat.

Memajukan dan memundurkan takdir (usia) kematian adalah hak penuh Gusti Allah. Allah mengiformasikan kepada kita melalui Rasulullah bahwa infaq bisa menunda kematian.

Ketika Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Ada seorang yang memanggul kayu bakar melintas. Saat itu Rasulullah memberitahu para sahabat, “Orang ini akan meninggal nanti siang.”

Namun, di sore harinya ketika Rasulullah duduk bersama para sahabat, melintas lagi orang yang tadi itu. Rasulullah memanggil orang itu lalu bertanya, “Aku diberitahu malaikat  tadi pagi bahwa kamu akan menemui ajal siang ini. Tapi kamu masih tampak segar bugar. Apa yang telah kamu lakukan?”

Orang yang disapa Rasulullah bertutur, bahwa tadi pagi dia membawa bekal makan siang. Tapi di tengah jalan, ada orang yang tampak membutuhkan makan. Bekal itu ia bagikan kepada orang yang terlihat lebih membutuhkan itu.

Kemudian pada saat kayu-kayu bakar diletakkannya. Tiba-tiba seekor ular hitam keluar dari dalam tumpukan kayu itu.

Rasulullah kemudian menerangkan bahwa sebenarnya ular itulah yang akan mematuk orang itu.

Tapi, karena ia menginfaqkan bekal makanannya, takdir menghindarkannya dari bahaya kematian.

Secara umum infaq bisa dimaknai berbagi. Perintah Allah untuk berinfaq antara lain tercantum dalam Alquran Surah al-Baqarah (2) ayat 195. Artinya: "Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Sesuai lawwazimul ma’naa dalam ilmu tafsir (makna di balik dari yang tertulis), orang yang enggan berinfaq seolah-olah dia membiarkan dirinya mudah menghadirkan masalah. Ialah masalah yang mengantar kepada kebinasaan.

Lanjutan ayat mengesankan kepada kita bahwa infaq itu, sesuai dengan makna ayat sebelumnya, termasuk perbuatan baik.  Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.

Nah, kalau ada orang yang sudah dicintai Gusti Allah, apa masih mungkin ada makhluk semisal ular hitam atau makhluk yang lain, bahkan mushibah dalam bentuk apa pun yang ‘berani’ melanggar-Nya?

Namun, secara jujur manusia memang diciptakan bersifat kikir. Sifat inilah yang menjadikan manusia bukan hanya enggan, tapi betul-betul belum suka berinfaq. Jangankan yang hartanya belum banyak. Andai manusia memiliki emas sepenuh gunung pun sifat kikir ini mampu menghalanginya untuk mudah berinfaq.

Lalu, bagaimana agar mudah berinfaq?

Rasulullah menasihatkan, "Barangsiapa merasa sayang untuk membelanjakan hartanya (berbagi) dan berat untuk menghadapi malamnya (untuk beribadah), maka hendaknya ia banyak membaca, 'Subhanallah wa bihamdihi."

Terlalu banyak fakta empiris. Fakta yang sudah tidak membutuhkan bukti data statistik adalah berapa banyak orang yang mengangkat tangan untuk berdoa. Berdoa agar terhidar dari segala mushibah. Namun walau melewati masa yang lama, doanya seolah belum medapatkan jawaban yang segera.

Di sisi lain ternyata, infaq mampu melenyapkan mushibah dengan segera. Walau orang yang seharusnya tertimpa mushibah itu belum sempat berdoa. Termasuk mushibah yang paling tidak disuka. Mushibah kematian karena dicabutnya nyawa.

Infaq memang senjata yang tajamnya tak bermata. Kematian saja dapat dihalaunya dengan mudah. Apalagi mushibah yang ukurannya tidak seberapa.

Infaq cepat menghempas mushibah sirna. Mudah menghadirkan solusi masalah. Solusi masalah apa saja.

Orang yang gemar berinfaq tidak diterima oleh neraka. Pintu neraka tertutup untuknya. Pintu surga malah sebaliknya. Terbuka lebar untuknya. Asal saja orang yang berinfaq beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Semoga setiap kita, terus melatih diri untuk melejitkan infaq sesuai kapabilitas. Masalah sirna. Kehidupan surgawi siap di depan mata. Hidup selalu bahagia, di dunia bahkan sampai di alam sana.

Boleh jadi sebagian kita banyak yang lupa berdoa. Namun jika infaq sudah menjadi kebiasaan yang dirutinkan, sudah diniatkan karena taat kepadaNya. Insya Allah kita selalu dijaga-Nya, aamiin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement