Senin 22 Jul 2024 20:52 WIB

Fenomena Bediding Bukan Dampak Perubahan Iklim

Angin Monsun Australia memang dari dulu bersifat dingin.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
Suhu yang sangat dingin atau kerap disebut bediding di beberapa pekan terakhir terjadi karena fenomena udara dingin yang akhir-akhir ini menyelimuti sejumlah wilayah Indonesia.
Foto: republika.co.id
Suhu yang sangat dingin atau kerap disebut bediding di beberapa pekan terakhir terjadi karena fenomena udara dingin yang akhir-akhir ini menyelimuti sejumlah wilayah Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Supari mengatakan fenomena bediding bukan merupakan dampak perubahan iklim karena sudag ada sejak dahulu kala. Sementara ini belum ada data yang menunjukkan bediding tahun ini berbeda dengan tahun-tahun lainnya.

Sebelumnya BMKG menjelaskan fenomena udara dingin yang akhir-akhir ini menyelimuti sejumlah wilayah Indonesia. Fenomena suhu dingin menjelang Puncak musim Kemarau di Bulan Juli-Agustus, terkadang bisa sampai September disebabkan oleh Angin Monsun Australia.

Baca Juga

"Angin Monsun Australia memang dari dulu bersifat dingin, karena berhembus dari pusat tekanan tinggi di wilayah Selatan Australia yang sedang mengalami musim dingin," kata Supari, Senin (22/7/2024).

Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Asia melewati Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah (dingin). BMKG mengatakan Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, apalagi pada malam hari di saat suhu mencapai titik minimumnya.

Hal ini mengakibatkan suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia terutama Wilayah Bagian Selatan Khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa lebih dingin. Orang Jawa menyebutnya Mbedhidhing, Wilayah di Pulau Jawa yang terasa lebih dingin adalah Pegunungan Bromo yakin Bromo,Tengger dan Semeru, Pegunungan Sindoro-Sumbing di Kota Wonosobo dan Temanggung dan Wilayah Lembang Bandung.

BMKG mencatat pada tanggal 7 Juli 2024 suhu minimum di Dataran Tinggi Dieng mencapai 1 derajat Celcius pada jam 2 dini hari. Pada Jumat (19/7/2024) lalu Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengungkapkan selain Monsun Australia, fenomena tersebut juga disebabkan faktor posisi geografis, kondisi topografis, ketinggian wilayah, dan kelembaban udara yang relatif kering.

Selain itu pada bulan Juni-Agustus posisi sudut datang dari sinar matahari sedang berada di posisi terjauh dari Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia bagian Selatan Khatulistiwa.

"Beberapa hari terakhir ini, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan. Angin dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan," kata Guswanto.

Guswanto mengatakan hal tersebut menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari. Kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan.

Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.

"Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah," katanya.

Ia memperkirakan dalam satu pekan kedepan cuaca cerah-berawan diperkirakan masih akan mendominasi wilayah Indonesia khususnya bagian selatan. Meskipun demikian, potensi hujan dengan intensitas signifikan masih dapat terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dalam sepekan ke depan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement