REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan tak kunjung ditandatangani. Padahal, batas pengesahan RPP Kesehatan tinggal menghitung hari, yaitu pada 8 Agustus 2024.
Untuk itu, IYCTC (Indonesian Youth Council for Tactical Changes) bersama jaringan pengendalian konsumsi rokok terus menggalang dukungan secara masif dari berbagai kalangan melalui kampanye Save Our Surroundings (SOS) jelang Hari Anak Nasional (HAN) dengan mengadakan diskusi di platform X Spaces pada Senin, 22 Juli 2024. Diskusi yang diadakan dalam rangka perayaan Hari Anak Nasional 2024 dengan tema Duka Hari Anak: Darurat Anak Indonesia Kecanduan Rokok tersebut menghadirkan Beladenta Amalia, Project Lead for Tobacco Control CISDI; Bagja Nugraha, Project Officer Lentera Anak; Manik Marganamahendra Executive, Director IYCTC; dan Vivi, orang tua dari anak yang merokok.
Dalam diskusi ini, Beladenta memaparkan bahwa tersedianya harga rokok murah dan penjualan rokok batangan membuat rokok menjadi mudah terjangkau oleh anak-anak. Menurut dia, taktik pemasaran seperti itu merupakan bagian dari kamuflase industri menargetkan anak secara umum. "Taktik menyasar anak bisa terlihat dari iklan, promosi, sponsorship, seperti melalui audisi bulutangkis yang diadakan Djarum, ada juga taktik lain yakni ketersediaan berbagai rasa di produk nikotin/tembakau dan kemasan menarik," ucap Beladenta.
Bagja Nugraha mengajak semua pihak untuk mengingat hak-hak anak. Orang dewasa harus menyediakan lingkungan yang bebas rokok untuk anak. Lalu, pentingnya peran pemerintah untuk mengesahkan RPP Kesehatan dengan harapan dapat memperkuat peraturan sehingga anak-anak terhindar dari bahaya rokok. Menurut Bagja, pemerintah juga perlu mempertimbangkan kebijakan mengenai industri rokok sebagai sponsor sebuah acara yang justru akan menciptakan lingkungan yang tidak baik bagi anak.
Manik Marganamahendra menekankan pentingnya larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah. Hal ini penting karena salah satu penyebab tingginya perokok anak disebabkan oleh kemudahan akses. Mirisnya, industri rokok telah berhasil menciptakan narasi yang menormalisasikan budaya merokok di kalangan anak-anak. Padahal, seorang perokok adalah korban industri. Maka dari itu, pemerintah harus bertindak tegas dengan membuat kebijakan yang berpihak pada anak.
Vivi yang menggagas petisi online melindungi anak-anak dari asap rokok berharap tidak ada lagi korban seperti dirinya. Ia berharap cukup dirinya yang harus melihat anaknya menjadi perokok karena lemahnya regulasi dan tidak adanya keberpihakan politik dari Presiden Jokowi. Ia mengajak masyarakat turut serta dalam menandatangani petisi bertajuk ‘Lindungi Anak, Yuk Dukung Presiden Jokowi Tanda Tangani RPP Kesehatan!’ di link https://www.change.org/LindungiAnak. Saat ini, petisi online tersebut telah mendapat dukungan lebih dari 1000 orang. Vivi berharap viralnya dukungan akan mendorong hati Presiden Joko Widodo untuk mengesahkan dengan cepat regulasi yang bisa menekan jumlah perokok usia anak dan melindungi anak dari target industri rokok.
Pentingnya perlindungan anak dari bahaya rokok juga menjadi satu dari 5 poin Suara Anak Indonesia yang dibacakan di hadapan Presiden Joko Widodo pada Hari Anak Nasional yang digelar di Kota Jayapura, Papua pada Selasa (23/7/2024).
Pada poin ke-3, dua perwakilan dari Forum Anak menyampaikan bahwa, “saat ini banyak anak Indonesia menjadi perokok aktif atau pasif dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza), termasuk minuman keras yang berdampak pada gaya hidup dan lingkungan sosial sehingga menjadi budaya buruk. Karena itu kami memohon agar dioptimalkan regulasi yang diadopsi dari prinsip hak anak dan prinsip bisnis yakni kerangka kerja global yang mengatur bagaimana bisnis mempengaruhi dan mematuhi hak anak dalam operasi mereka seperti perusahaan produk dan lain-lain.”
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah perokok berusia 10-18 tahun. Tingginya jumlah perokok anak tersebut membutuhkan perhatian dan keberpihakan politik dari Presiden Joko Widodo dengan mengesahkan regulasi yang memberikan perlindungan anak dari bahaya asap rokok.