REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penelitian terbaru mengungkapkan dampak kenaikan suhu permukaan bumi 1,5 derajat derajat Celsius dapat diminimalkan apabila suhu yang sudah kian memanas dipulihkan dengan cepat. Perjanjian Paris menargetkan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius dari masa pra-industri untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim.
Hasil penelitian yang berjudul "Achieving net zero greenhouse gas emissions critical to limit climate tipping risks" menunjukkan bila target itu terlampaui, beberapa dampak masih akan terjadi meski suhu bumi berhasil dipulihkan di bawah 1,5 derajat Celsius dari masa pra-industri.
Penelitian yang dilakukan International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA) dan Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK), serta melibatkan peneliti dari Imperial College London, menunjukkan dampak perubahan iklim dapat diminimalkan apabila kenaikan suhu di atas 1,5 derajat Celsius dapat dipulihkan dengan cepat.
"Hasil penelitian kami menunjukkan mengapa menurunkan emisi pada dekade ini sangat penting bagi kondisi planet. Kegagalan mencapai target Perjanjian Paris berisiko mengubah bentuk sistem bumi untuk beberapa abad ke depan," kata salah satu penulis penelitian tersebut Robin Lamboll dari Center of Environmental Policy dan Grantham Institute di Imperial College, seperti dikutip dari Phys.org, Ahad (4/8/2024).
Dalam penelitian yang dipublikasikan Nature Communications itu disebutkan bahwa perubahan iklim akibat aktivitas manusia dapat merusak stabilitas komponen-komponen besar dari sistem bumi, seperti lapisan es, pola sirkulasi lautan, atau biosfer yang besar.
Komponen-komponen ini disebut "elemen-elemen kritis," karena begitu kondisinya berubah, komponen-komponen ini tidak mudah dipulihkan. Sebagai contoh, lapisan es dapat mencair ratusan kali lebih cepat daripada pembentukannya.
Para peneliti melihat tingkat penanggulangan perubahan iklim saat ini dan skenario emisi gas rumah kaca di masa depan dan menganalisa resiko rusaknya stabilitas empat elemen kritis bumi. Keempat elemen kritis itu adalah Lapisan Es Greenland, Lapisan Es Antartika Barat, Sirkulasi Arus Balik Atlantik (sistem arus laut utama di Samudra Atlantik), dan Hutan Hujan Amazon.
Para peneliti menemukan bahwa berdasarkan beberapa skenario, emisi di masa depan risiko salah satu elemen itu mengalami kerusakan pada tahun 2300 sangat besar. Kegagalan menurunkan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius pada tahun 2100 meski sudah mencapai nol emisi gas rumah kaca akan mengakibatkan perubahan sebanyak 24 persen pada tahun 2300. Artinya, berdasarkan seperempat model yang dijalankan para peneliti salah satu elemen kritis bumi akan mengalami perubahan pada tahun 2300.
"Kami melihat risiko perubahan untuk setiap sepersepuluh derajat di atas 1,5 derajat Celsius. Bila kami melampaui 2 derajat Celsius, risiko perubahan akan bereskalasi semakin cepat," kata salah satu penulis penelitian itu dari PIK Annika Ernets Hogner.
Ia mengatakan hal ini sangat mengkhawatirkan karena berdasarkan kebijakan-kebijakan iklim yang diterapkan saat ini diperkirakan membuat suhu bumi lebih panas 2 derajat Celsius pada akhir abad ini.
"Hasil penelitian kami menunjukkan agar dapat membatasi risiko perubahan dengan efektif pada abad ini dan berikutnya, kita harus mencapai dan mempertahankan nol emisi gas rumah kaca," kata peneliti Program Energi, Iklim, dan Lingkungan IIASA dan PIK serta penulis utama penelitian ini Tessa Moller.
"Kebijakan abad ini akan membuat kita beresiko mengalami perubahan sebanyak 45 persen pada tahun 2300 meski suhu berhasil dipulihkan di bawah 1,5 derajat Celsius setelah batas itu terlampaui," tambahnya.
Menurut para peneliti, model-model canggih yang saat ini digunakan untuk mempelajari sistem bumi belum dapat sepenuhnya menangkap perilaku rumit, pertukaran perilaku dan interaksi antara elemen-elemen kritis.
Untuk mengatasi masalah ini para peneliti menggunakan model sistem bumi yang lebih sederhana dengan merepresentasikan empat elemen-elemen kritis menggunakan rumus matematika yang terkoneksi. Dengan cara itu mereka juga memperhitungkan interaksi stabilisasi di masa mendatang, eperti dampak pendinginan pada melemahnya Sirkulasi Samudera Atlantik atau Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) di Belahan Bumi Utara.