Kamis 08 Aug 2024 06:59 WIB

Terumbu Karang Warisan Dunia dalam Bahaya

Peningkatan suhu di Great Barrier Reef dipicu perubahan iklim.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Penyelam melakukan penelitian di Greet Barrier Reef, Australia.
Foto: Australian Institute of Marine Science
Penyelam melakukan penelitian di Greet Barrier Reef, Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND -- Penelitian yang mengambil sampel dari karang berusia ratusan tahun mengungkapkan ancaman perubahan iklim terhadap Great Barrier Reef atau Karang Penghalang Besar. Great Barrier Reef merupakan kumpulan sekitar 3.000 karang dan 900 pulau yang membentang sepanjang 2.300 kilometer di lepas pantai Queensland, timur laut Australia.

Peneliti di Australia mengatakan suhu di dalam dan sekitar karang-karang itu dalam beberapa dekade terakhir mencapai tingkat tertinggi dalam 400 tahun. Panas ekstrem menyebabkan lima peristiwa penghilangan warna karang massal dalam sembilan tahun terakhir.

Di jurnal Nature, para peneliti mengatakan peningkatan suhu di Great Barrier Reef dipicu perubahan iklim. Menurut para peneliti, panas ekstrem kini menjadi ancaman bagi keberadaan warisan dunia itu.

"Ilmu pengetahuan memberitahu kami Great Barrier Reef dalam bahaya dan kami harus berpedoman pada ilmu pengetahuan," kata Profesor Helen McGregor dari University of Wollongong pada BBC, Rabu (7/8/2024).

Bukti terbaru berasal dari karang-karang itu sendiri. Selama bertahun-tahun para peneliti kehidupan laut mengumpulkan inti karang yang dibor dari kerangka karang untuk mendapatkan petunjuk kimiawi bagaimana lingkungan sekitar karang berubah saat karang berkembang.

Karang yang merupakan hewan, bukan tumbuhan dapat hidup selama berabad-abad, dan memberikan indikator kimia tentang lingkungan alaminya. Para peneliti di Australia memeriksa kembali data ribuan inti karang itu dan melakukan referensi silang dengan catatan suhu laut historis dari Hadley Centre di Inggris.

Hasil penelitian menunjukkan suhu di sekitar Great Barrier Reef pada dekade sebelumnya merupakan yang terpanas dalam 400 tahun terakhir. "Kejadian baru-baru ini di Great Barrier Reef sangat luar biasa. Sayangnya, ini adalah berita buruk bagi terumbu karang," kata peneliti yang melakukan penelitian ini ketika bekerja di Universitas Wollongong Benjamin Henley.

Namun menurut Henley, masih ada harapan apabila dunia bekerja sama untuk membatasi pemanasan global. Ia mengatakan saat ini masih ada secercah harapan bagi karang untuk bertahan di kondisi yang sekarang.

Karang beradaptasi untuk bertahan hidup dan tumbuh dalam rentang suhu tertentu. Karang membentuk kerangka yang menjadi habitat bagi kehidupan laut lainnya.

Karang hidup secara simbiosis dengan ganggang yang hidup di dalam kerangkanya, memberinya makan dan warna cerah. Warna karang hilang saat suhu laut terlalu panas dan ganggang keluar dari karang sehingga warna kerangka karang menjadi putih.

"Itu bukan pemandangan yang indah, pada akhirnya ganggang lain tumbuh di permukaan karang putih, mengubahnya menjadi coklat, meskipun karang yang mengalami pemutihan dapat pulih, jika panasnya tidak mereda, karang tersebut tidak memiliki kesempatan untuk itu," kata Henley.

Helen McGregor juga ragu untuk menyebut terumbu karang Great Barrier Reef sudah hancur. Ia mengatakan karang bertahan dari begitu banyak masa geologis.

"Saya kira kini yang menjadi pertanyaannya, terumbu karangnya akan menjadi seperti apa? Tidak seperti yang akan kita miliki saat ini," kata McGregor.

Great Barrier Reef merupakan situs Warisan Dunia Unesco. Para ilmuwan berharap penelitian ini dapat membujuk organisasi PBB itu untuk untuk berubah pikiran dan memberikan status "terancam punah."

"(Ini) akan mengirimkan sinyal yang sangat besar kepada dunia tentang betapa gawat masalah ini, kami tahu apa yang harus kami lakukan, kita memiliki perjanjian internasional (untuk membatasi kenaikan suhu global)," katanya.

"Saya pikir kita hanya perlu mengesampingkan politik dan bergerak maju," tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement