Kamis 08 Aug 2024 15:35 WIB

Kawasan Konservasi Belum Wakili Kekayaan Keanekaragaman Hayati

Perubahan UU KSDAHE tidak mengatur insentif kepemilikan area konservasi.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Dua bunga Rafflesia Arnoldi mekar di Taman Konservasi Puspa Langka, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Kamis (29/4/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi
Dua bunga Rafflesia Arnoldi mekar di Taman Konservasi Puspa Langka, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Kamis (29/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kehutanan Program Kehati Samedi mengatakan permasalahan konservasi kehutanan di Indonesia adalah keterwakilan ekosistem di wilayah konservasi. Samedi merujuk data di Pulau Sumatra tahun 2010.

"Hanya 9,92 persen dari luas Pulau Sumatra yang menjadi kawasan konservasi, sekarang pasti sudah berubah lagi, semakin buruk," kata Samedi di Forum Bumi dengan tema “Apa yang Terjadi Bila Keanekaragaman Hayati Kita Punah?" Kamis (8/8/2024).

Samedi mengatakan hal ini juga berlaku di daerah-daerah lain terutama Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Kalimantan. Samedi menambahkan, Papua mungkin masih menyimpan sebagai besar keanekaragaman hayati, tapi permasalahan tidak di dalam kawasan-kawasan konservasi, sehingga ekosistem rentan untuk diubah menjadi kawasan produksi.

Masalah lain dalam konservasi di Indonesia adalah sebagian besar wilayah konservasi di dataran tinggi, sementara keanekaragaman hayati paling kaya di dataran rendah.

Masalahnya, dataran rendah merupakan wilayah-wilayah yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH), perkebunan dan sebagainya.

Samedi mengatakan perubahan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) bulan lalu mencoba mengatur dengan menetapkan apa yang disebut area preservasi. "Apakah ini efektif melindungi daerah-daerah yang memiliki keanekaragaman hayati baik tapi tidak di kawasan konservasi, masih belum tahu," kata Samedi.

Sementara itu, perubahan UU KSDAHE tidak mengatur insentif kepemilikan area konservasi. Saat ini, katanya, kepemilikan area konservasi justru mendapatkan disinsentif karena masih harus membayar bajak meski sudah menyisihkan lahan dengan keanekaragaman hayati tinggi.

Samedi juga mengatakan perubahan UU KSDAHE masih menggunakan satwa dilindungi dan tidak dilindungi. Perubahan UU KSDAHE juga masih menggunakan model pendanaan lama.

Keanekaragaman hayati menyangga manusia tidak hanya generasi sekarang, tapi juga generasi yang akan datang. "Kita punya varietas-varietas banyak sekali yang unggul, asli, dan menjadi suatu bahan untuk menciptakan produk-produk yang unggul dan menjadi satu kemenangan kita dari negara-negara lain. Saya kira di masa depan, negara dengan keanekaragaman hayati tinggi itu menjadi negara adidaya," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement