REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa bumi yang mengguncang Jepang pekan lalu terjadi di Megathrust Nankai Jepang selatan. Sumber gempa Megathrust Nankai terletak di sebelah timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku dan Kinki di Jepang Selatan. Menurut BMKG, Indonesia juga perlu mewaspadai gempa Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Suberut
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan, Megathrust Nankai merupakan salah satu zona seismic gap, yaitu zona sumber gempa potensial tetapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir dan diduga saat ini sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan kerak bumi.
Daryono mengatakan catatan sejarah menunjukkan Megathrust Nankai membangkitkan beberapa kali gempa dahsyat yang hampir semuanya memicu tsunami. Daryono mengatakan sistem Megathrust Nankai memang sangat aktif. Berdasarkan data sejarah, zona sumber gempa ini dapat memicu gempa dahsyat yang bermagnitudo 8,0 lebih di setiap satu atau dua abad.
"Palung Nankai memiliki beberapa segmen megathrust, namun jika seluruh tepian patahan tersebut tergelincir sekaligus, para ilmuwan Jepang yakin palung tersebut mampu menghasilkan gempa berkekuatan hingga 9,1 magnitudo," kata Daryoni dalam pernyataanya, Senin (12/8/2024).
Daryono mencatat para ilmuwan Jepang mengeluarkan peringatan pasca gempa Miyazaki 7,1 magnitudo pekan lalu. Ia menjelaskan kekhawatiran itu muncul karena gempa besar tersebut dipicu salah satu segmen di Megathrust Nankai.
Di zona Megathrust ini terdapat palung bawah laut sepanjang 800 kilometer yang membentang dari Shizouka disebelah barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu. Gempa 7,1 magnitudo dikhawatirkan menjadi pemicu atau pembuka gempa dahsyat berikutnya di Sistem Tunjaman Nankai.
Daryono mengatakan jika kekhawatiran para ahli Jepang itu menjadi kenyataan, maka akan terjadi gempa dahsyat yang tidak saja berdampak merusak tetapi juga akan memicu tsunami. "Pertanyaannya, jika gempa dahsyat itu terjadi apakah ada efeknya terhadap lempeng-lempeng tektonik yang ada di Indonesia?" kata Daryono.
Ia menegaskan gempa besar di Megathrust Nankai, dipastikan deformasi batuan skala besar yang terjadi tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia karena jaraknya yang sangat jauh. Ia menjelaskan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem Tunjaman Nankai.
"Selanjutnya, jika gempa dahsyat di Megathrust Nankai tersebut benar-benar terjadi, apakah ada kemungkinan terjadi tsunami? Jawabnya, kemungkinan besar gempa besar tersebut dapat memicu tsunami, karena setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik (thrust fault) yang dapat mengganggu kolom air laut (tsunami)," kata Daryono.
Daryono mengatakan tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia. Namun BMKG dapat memantau apa yang terjadi di Jepang secara real time dan menganalisanya dengan cepat termasuk memodelkan tsunami yang akan terjadi dan dampaknya menggunakan system InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).
Sehingga, kata Daryono, BMKG dapat segera menyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian utara.
Ia mengatakan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Suberut. Daryono mengatakan rilis gempa di kedua segmen megathrust ini dapat disebut “tinggal menunggu waktu” karena sudah ratusan tahun kedua wilayah tersebut belum terjadi gempa besar.
Daryono mengatakan sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, prosesing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat. Selain itu, BMKG memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai) yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community).
"Harapan kita, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempabumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," tambahnya.