Rabu 14 Aug 2024 16:50 WIB

Hijab dan Paskibraka

Progam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah program kaderisasi pemimpin bangsa.

Anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Jawa Barat, menampilkan yel-yel dihadapan Pj Gubernur Jawa Barat, Kapolda Jawa Barat, dan Pangdam III/Siliwangi usai pengukuhan Paskibraka di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (14/8/2024). Para Paskibraka hasil seleksi dari berbagai SMA/SMK di kabupaten/kota se-Jawa Barat ini akan bertugas melaksanakan pengibaran bendera Merah Putih pada upacara HUT Ke-79 RI tingkat Jawa Barat.
Foto: Edi Yusuf
Anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Jawa Barat, menampilkan yel-yel dihadapan Pj Gubernur Jawa Barat, Kapolda Jawa Barat, dan Pangdam III/Siliwangi usai pengukuhan Paskibraka di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (14/8/2024). Para Paskibraka hasil seleksi dari berbagai SMA/SMK di kabupaten/kota se-Jawa Barat ini akan bertugas melaksanakan pengibaran bendera Merah Putih pada upacara HUT Ke-79 RI tingkat Jawa Barat.

Oleh : Abu Hasan Mubarok*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarahnya Pasukan Pengibaran Bendera Pusaka atau yang biasa disebut dengan Paskibraka. Gagasan adanya tim pengibaran bendera pusaka ini lahir tahun 1946, di mana saat itu HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1 akan diselenggarakan.

Kala itu, Presiden RI, Ir. Soekarno memerintahkan ajudannya Mayor Husain Muthahar untuk menyiapakn pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta, dan saat itu baru muncul bahwa sebaiknya dibentuk satu pasukan khusus yang beranggotakan para pemuda dari seluruh penjuru Nusantara yang ditugaskan untuk menaikan dan menurunkan bendera pusaka.

Baca Juga

Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka pada Bab I Ketentuan Umum pada Pasal 1 disebutkan bahwa Progam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah program kaderisasi calon pemimpin bangsa yang berkarakter Pancasila.

Tentu menjadi pasukan Paskibraka merupakan salah satu dambaan dari banyak putra dan putri di Indonesia pada perhelatan tahunan. Karena menjadi anggota Paskibraka merupakan bentuk terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri bagi para pemuda dan pemudi Indonesia, terutama mereka yang berada di usia 15-18 tahun.

Disamping uji pengetahuan, kompetensi dan keterampilan, juga diuji fisik dan ketangguhan mereka dalam bela negara nantinya. dan menjadi anggota Paskibraka, bukan saja menjadikan kebanggaan bagi dirinya, namun juga keluarga, sekolah dan teman-teman, bahkan daerah asal mereka.

Namun, di saat harapan itu terbentang kesempatannya. Ada satu berita yang cukup menghentakkan masyrakat Indonesia, terutama mereka yang cinta dan sungguh rela berkorban demi nusa dan bangsanya.

Terdapat informasi bahwa, anggota Paskibraka yang putri harus melepas hijab mereka. Tentu keadaan ini tidak bisa dibiarkan, mengingat selama ini, perhelatan ini tidak pernah mensyaratkan adanya “budaya menanggalkan” hijab bagi anggota Paskibraka yang Perempuan.

Tentu ini sangat bertentangan dengan sejarah Paskibraka itu sendiri, aturan undang-undang yang berlaku di Indonesia, serta yang lebih “privasi” lagi adalah dengan keyakinan sebagai anggota Paskibraka itu sendiri.

Dalam ikrar para paskibraka dinyatakan bahwa “aku mengaku Putra Indonesia dan berdasarkan pengakuan itu, aku mengaku, bahwa aku adalah makhluq Tuhan yang Maha Pencipta dan bersumber pada-Nya” …..hingga diujung ikrar disebutkan bahwa “semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati niatku ini dengan Taufiq dan hidayah-Nya serta inayah-Nya”.

Bahwa setiap anggota Paskibraka adalah mengakui akan dirinya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan dalam Islam, Allah swt perintahkan hamba-Nya untuk beribadah dengan Ikhlas kepada-Nya, dan selama menjalani tugas negara tersebut, ia akan selalu meminta Taufiq, hidayah serta inayah (bantuan/pertolongan) kepada Allah swt, Tuhan yang diyakininya.

Miris, bila kemudian di saat yang sama membutuhkan tuhannya, dan di saat yagn bersamaan, dia “dituntut” untuk melanggar dan menabrak perintah-Nya, yaitu dengan menanggalkan hijab, yang selama ini telah menjadi identitas dan karakternya.

Dalam tradisi dan ajaran Islam, Hijab merupakan suatu identitas seorang Muslimah yang taat pada ajaran agama Islam dan keyakinannya. Dan sikap taat dan patuh pada ajaran agama dan keyakinannya telah dijamin di dalam peraturan yang berlaku di Negara ini, baik di dalam UUD 1945 maupun aturan lainnya. Artinya, orang yang menjalankan keyakinan dan ajaran agamanya dengan taat dan penuh tanggungjawab merupakan cerminan dari hati yang berjiwa Pancasila. Di mana sila pertama berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa.

Apalagi, anggota Paskibraka berusia di rentang 15-18 tahun, di mana itu adala usia SLTA dan sederajat. Di mana kurikulum yang sedang dipelajari dan dipraktekan adalah menghasilkan Profil Pelajar Pancasila, yang mana profil tersebut yagn pertama adalah menjadikan pelajar yang beriman, bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

Secara yuridis, Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sehubungan dengan itu, Pancasila memiliki kekuatan yang mengikat pada seluruh tatanan hidup bernegara. Sementara agama berperan sebagai panduan keyakinan yang bersumber dari kitab suci yang diyakininya.

Dan disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2 secara tegas bahwa (pasal 1) negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan (Pasal 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu.

Juga disebutkan dalam pasal 22 UU Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa; (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. (2) negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Dalam penjelasannya disbeutkan bahwa yang dimaksud dengan “hak untuk bebas memeluk agamanya dan kepercayaannya” adalah hak setiap orang untuk beragama menurut keyakinannya sendiri, tanpa adanya paksaan dari siapapun juga.

Kewajiban berhijab

Dalam pendahuluan penjelasannya, Darul Ifta Mishriyah mengungkapkan bahwa adalah termasuk Keputusan syari’at secara bulat dan ijma’ dari generasi terdahulu dan kemudian dari ulama ummat, para mujtahidnya, pemimpinnya, fuqahanya, ahli haditsnya bahwa hijab bagi Muslimah adalah fardhu bagi yagn telah mencapai usia taklif, yaitu usia di mana terlihat sisi keperempuannya, seperti siklus datang bulan, dan telah sampai padanya tanda-tanda kewanitaan. Maka wajib baginya menutup seluruh anggota badannya kecuali wajah dan dua telapak tangannya.

Di dalam fatwa dijelaskan dengan membawakan firman Allah swt QS al Ahzab ayat 59; dan an Nur ayat 31. Di mana dalam QS al Ahzab ayat 59 disebutkan bahwa pada lafaz “nisaa ul mu`minin” Imam Muqatil bin Sulaiman dalam tafsirnya mengatakan Wanita-wanita muslim akan lebih dikenali dengan pakaian mereka.

Imam Al Alusi (w. 1270 H) dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Mardawaih dari Aisyah RA bahwa ketika ayat 59 surat al Ahzab ini turun adalah sebagai bentuk rahmat atau kasih sayang Allah swt kepada para Wanita.

Sementara itu pada firman Allah swt QS an Nur ayat 31, Sayyid Shadiq Khan (w. 1307 H) mengatakan bahwa maka tidak halal bagi laki-laki untuk melihat pada Perempuan, dan tidak halal pula Wanita melihat pada laki-laki.

Sementara itu, Sayyid Shidiq menukil kalam dari Mujahid, bahwa apabila seorang Perempuan telah manggung, maka iblis akan duduk di atas kepalanya, dan akan menghiasi Wanita itu bagi orang yang memandangnya. Dan apabila Wanita telah membelakanginya, maka iblis akan menghiasi dari sisi belakangnya, hingga merasa indah orang yang melihatnya.

Juga disebutkan di dalam hadits dari Abu Daud dalam sunanya, at Thabrani dalam musnad orang-orang syam, Ibnu ‘Addi dalam al kamil, al baihaqi dalam as sunan al kubra dan al aadab dan syu’bul iman dari Aisyah RA bahwa suatu ketika Asma binti Abi Bakar masuk dan menemui Rasulullah saw sementara dia menggenakan kain yang tipis. Maka, Rasulullah saw pun berpaling darinya dan berkata:

«يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا

Artinya: wahai Asma’, sesungguhnya Wanita itu apabila telah sampai pada usia haidh, maka tidak boleh terlihat darinya, kecuali ini dan ini. Dan sembari menunjuk pada wajah dan kedua telapak tangannya.

Imam Abu Muhammad Ibn Hazm dalam kitab maratib al ijma’ mengatakan bahwa para ulama telah sepakat bahwa rambut Wanita dan badannya kecuali wajah dan tangannya (maksudnya adalah telapak tangannya) adalah aurat.

Al Hafiz Abu ‘Umar bin Abdul Barr al Maliki di dalam al tamhid mengatakan bahwa telah menjadi consensus bahwa yang boleh tampak adalah wajahnya dan bukan kepala semuanya, maka Wanita tersebut harus menutup kepalanya, rambutnya karena ia adalah kehormatannya.

Menjadi Paskibraka merupakan suatu kebanggan bukan hanya bagi diri pasukan itu sendiri, namun juga kebanggaan buat daerahnya, keluaganya, guru, teman-teman dan juga sekolahnya. Putra dan putri tersebut akan terus dikenang sebagai teladan dan contoh bagi generasinya dan sesudahnya.

Olah karena itu, maka saya kira kebiasaan mempersoalkan urusan hijab bagi Muslimah untuk tampil dan ikut berperan dalam Pembangunan bangsa ini sudah saatnya harus dihentikan, dan ini merupakan perilaku yang kontra produktif terhadap proses pembangunnan bangsa di masa yang akan datang.

*Ketua Umum MUI Penajam Paser Utara

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement