Rabu 04 Sep 2024 10:35 WIB

Indonesia Tawarkan Proyek Hilirisasi Batu Bara ke Cina Pacu Dekarbonisasi

Sudah ada enam IUPK yang telah merencanakan pengembangan batu bara menjadi gas.

Foto udara kapal tongkang melintasi Jembatan Muara Sabak yang diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanjung Jabung Timur, Jambi, Selasa (27/8/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Foto udara kapal tongkang melintasi Jembatan Muara Sabak yang diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanjung Jabung Timur, Jambi, Selasa (27/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Indonesia menawarkan pengembangan produk turunan (hilirisasi) di sektor batu bara kepada Cina. Hilirisasi itu seperti peningkatan kualitas, briket batu bara, pembuatan kokas, dan batu bara cair  guna memacu dekarbonisasi, sekaligus menurunkan gas rumah kaca.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Suswantono dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (4/9/2024) mengatakan, penawaran tersebut bagian dari komitmen Indonesia dalam mengurangi target efek rumah kaca pada pembangunan nasional sebagai ratifikasi Perjanjian Paris dengan mengurangi konsumsi batu bara secara bertahap dan pengembangan dalam bentuk lain.

Baca Juga

"Salah satu kebijakan dalam pengelolaan batu bara adalah melakukan pengurangan penggunaan batu bara bersamaan dengan pengakhiran dari PLTU batu bara serta mengembangkannya dalam menjadi bentuk lain, khususnya gas untuk memenuhi kebutuhan elpiji dan industri kimia lainnya seperti pupuk," kata dia.

Bambang menjelaskan batu bara dapat diolah menjadi produk turunan, baik sebagai bahan baku industri maupun sumber energi. Enam produk pengembangan batu bara yang dapat dilakukan saat ini adalah peningkatan kualitas batu bara, briket batu bara, kokas, batu bara cair, dan gasifikasi batu bara, termasuk gasifikasi bawah tanah.

Dirinya menyampaikan Indonesia saat ini memiliki sumber daya batu bara sebesar 97,29 miliar ton dan cadangan sebesar 31,71 miliar ton. Sebagian besar sumber daya dan cadangan itu tersebar di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Jambi. Sisanya, tersebar di Riau, Kalimantan Utara, Aceh, Bengkulu, Sumatera Barat dan Papua, Sulawesi Barat, dan Jawa bagian barat.

Guna mendukung percepatan pengembangan program tersebut, pemerintah telah menyediakan insentif fiskal berupa keringanan pajak, serta mewajibkan perpanjangan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

"Saat ini sudah ada enam IUPK yang telah merencanakan pengembangan batu bara menjadi gas, pupuk dan kokas. Status saat ini sedang dilakukan kajian keekonomian dan studi kelayakan dan semoga pada tahun 2030 sudah bisa commissioning," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement