Senin 09 Sep 2024 16:45 WIB

Perubahan Iklim Ganggu Kinerja Industri Ritel di Inggris

Musim panas yang basah menjadi bencana bagi perusahaan mode.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Seorang anak ikut dalam aksi di Brisbane, Australia,  menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global (Ilustrasi)
Foto: DAN PELED/EPA-EFE
Seorang anak ikut dalam aksi di Brisbane, Australia, menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat musim panas beralih ke musim gugur, toko pakaian biasanya akan mengganti koleksi dari gaun-gaun ringan ke mantel tebal dan jumper. Namun karena cuaca yang semakin tidak bisa diprediksi, pengusaha pakaian di Inggris menawarkan berbagai jenis pakaian di koleksi mereka, mengingat cuaca yang tidak pasti memerlukan jaket musim panas dan pakaian ringan.

“Kami berharap ada musim gugur karena kami belum merasakan musim panas,” kata direktur bagian rumah dan pakaian Marks & Spencer Richard Price bergurau seperti dikutip dari the Guardian, Senin (9/9/2024).

Selama pekan-pekan basah di musim panas, "jas hujan" menjadi istilah pencarian terpopuler di situs web M&S. Ironisnya, ketika Marks & Spencer meluncurkan kampanye musim gugur mereka dengan aktris Sienna Miller pada September 2023, suhu justru berada di atas 30 derajat Celsius.

Akibatnya, perusahaan pakaian fokus untuk menyesuaikan penawaran mereka dengan cuaca saat ini. “Kami pasti meluncurkan koleksi yang lebih transisional,” kata Price.

Komposisi koleksi juga berubah, dengan knit ringan berwarna musim gugur saat ini dan wol tebal berwarna musim semi untuk Januari dan Februari. “Bulan Maret dan April tidak terlalu berubah karena setelah Paskah orang-orang pergi berlibur, tetapi pada bulan September, suhu bisa 10 derajat Celsius atau 30 derajat Celsius,” jelas Price mengenai dilema ini.

Musim panas yang basah menjadi bencana bagi perusahaan mode Asos and Primark yang melaporkan penurunan penjualan pekan ini. Tren pencarian daring menunjukkan beberapa warga Inggris menyerah pada harapan hari-hari hangat dan cerah, dengan “Halloween” menjadi istilah pencarian populer. “Kami sedikit kecewa dengan kinerja kami tetapi masih berhasil tumbuh dan mengungguli pasar.”

Hujan deras telah membuat orang enggan membeli pakaian musim panas. Sejumlah orang mengembalikan gaun musim panas yang kemungkinan tidak akan mereka kenakan tahun ini.

Perubahan iklim tidak hanya menjadi masalah bagi industri tata busana. Pengelola supermarket Iceland Richard Walker mengatakan pada pertengahan bulan ini ia menunda untuk menjual makanan musim dingin populer seperti pai dan kue kering selama dua pekan.

"Karena Inggris mengalami musim panas yang semakin basah dan dingin serta September yang lebih hangat," katanya.

Walker menyarankan peritel harus beradaptasi dengan cuaca yang semakin tidak menentu akibat krisis iklim. “Musim panas lalu adalah bencana, dan ini membuat rencana musiman sulit,” ujarnya.

Ia menambahkan cuaca buruk di awal musim panas dan kondisi tidak menentu pada bulan Juli menyulitkannya untuk memprediksi permintaan. 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement