REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menargetkan pembiayaan iklim mencapai 50 persen dari total volume pembiayaan tahunan yang telah disepakati pada 2030. Kebijakan ini untuk mendorong respons kawasan terhadap perubahan iklim.
"ADB berkomitmen untuk mencapai lebih dari 100 miliar dolar AS dalam pembiayaan iklim kumulatif dari 2019 hingga 2030," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam keterangannya di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Untuk memperluas pengembangan sektor swasta, ADB akan menargetkan total pembiayaan sektor swasta sebesar 13 miliar dolar AS pada 2030, atau tiga kali lipat dari volume saat ini. Jumlah ini akan mencakup pembiayaan rekening sendiri dan semua mobilisasi langsung, termasuk minimal 4,5 miliar dolar AS dalam bentuk mobilisasi modal swasta langsung.
Selain itu, ADB menargetkan 40 persen dari operasi yang dijamin pemerintah akan berkontribusi secara bermakna terhadap pembangunan sektor swasta pada 2030 "Tindakan baru ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan ADB untuk meningkatkan kapasitas pendanaan dan meningkatkan efisiensinya sebagai tanggapan atas seruan reformasi terhadap cara bank-bank pembangunan multilateral diorganisasikan dan memberikan dukungan kepada para anggotanya," ujarnya.
ADB telah menyetujui peta jalan baru yang ambisius untuk memandu evolusinya dan meningkatkan dukungannya terhadap berbagai tantangan utama yang dihadapi Asia dan Pasifik, termasuk percepatan upaya memerangi perubahan iklim dan memperluas pembangunan sektor swasta.
Tinjauan Jangka Menengah Strategi 2030 ADB menguraikan bagaimana ADB akan bertransformasi dalam lanskap pembangunan yang berubah dengan cepat dan merespons berbagai tantangan yang mengancam visinya untuk mewujudkan kawasan yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. Tinjauan tersebut mempertajam fokus strategis ADB dan menetapkan target korporat baru di berbagai bidang utama.
“Guncangan yang bertubi-tubi telah menggagalkan kemajuan pembangunan selama bertahun-tahun di Asia dan Pasifik. ADB memperbarui visinya, memperluas kapasitas keuangannya, dan memodernisasi pendekatan operasionalnya untuk membantu para anggotanya merespons tantangan-tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk krisis iklim yang kian parah, krisis kesehatan masyarakat, serta kerentanan ekonomi dan fiskal,” tutur Masatsugu.
Sejalan dengan mandatnya untuk memerangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup dan penghidupan, ADB akan memperdalam fokusnya pada lima isu pembangunan yang paling mendesak di kawasan ini, yaitu aksi iklim, pengembangan sektor swasta, kerja sama regional dan barang publik, transformasi digital, serta ketahanan dan pemberdayaan.
Fokus yang lebih mendalam itu akan memandu alokasi staf dan sumber daya untuk mendapatkan dampak yang lebih besar. "Dukungan kami sangat dibutuhkan saat ini, lebih dari sebelumnya. Peta jalan baru ini menetapkan tingkat ambisi dan fokus yang belum pernah ada sebelumnya untuk kegiatan ADB dan akan memastikan kita memenuhi momen tersebut melalui tindakan yang berani dan dampak transformatif," ujarnya.
Pada September 2023, ADB menyetujui reformasi manajemen modal yang membuka kapasitas pendanaan baru sebesar 100 miliar dolar AS selama satu dekade mendatang. Reformasi tersebut memperluas kapasitas komitmen baru tahunan ADB menjadi lebih dari 36 miliar dolar AS-sebuah peningkatan sekitar 10 miliar dolar, atau sekitar 40 persen.
Pada Juni 2023, ADB mulai menerapkan reformasi paling signifikan sejak 2002 terhadap cara kerjanya. Penerapan model operasi baru ini meningkatkan kapasitas ADB sebagai bank iklim di kawasan ini; memperkuat upayanya untuk mengembangkan sektor swasta dan memobilisasi investasi swasta; menyediakan lebih banyak solusi pembangunan berkualitas tinggi bagi negara-negara berkembang anggotanya; dan memodernisasi cara kerja agar lebih responsif, dan lebih dekat dengan klien.
ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota, dengan 49 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.