Selasa 10 Sep 2024 13:08 WIB

Jika tak Serius Genjot EBT, Indonesia Berpotensi Kehilangan Peluang Investasi

Rencana pemerintah menurunkan target bauran EBT menimbulkan kekhawatiran.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Petugas memeriksa jaringan kabel listrik bertenaga surya yang terpasang di Pasar Gedhe, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (6/12/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugro
Petugas memeriksa jaringan kabel listrik bertenaga surya yang terpasang di Pasar Gedhe, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (6/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 430 perusahaan global besar yang tergabung dalam inisiatif RE100, mendesak Indonesia untuk meningkatkan ambisi dalam energi baru dan terbarukan (EBT) dan membuka peluang investasi yang lebih besar dalam transisi energi. Direktur Eksekutif IES Fabby Tumiwa mengatakan kredibilitas perusahaan yang tergabung dalam RE100 ditentukan dari pencapaian mereka terhadap target penggunaan energi terbarukannya.

Menurutnya, jika Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan energi terbarukan sesuai rencana ekspansi bisnis perusahan-perusahaan itu, kemungkinan besar mereka akan memilih negara lain yang menawarkan peluang lebih baik untuk pemanfaatan energi terbarukan.

Baca Juga

“Saat ini, draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) justru akan menurunkan target bauran energi terbarukan pada tahun 2025 dan 2030. Kalau ini terjadi maka menimbulkan kekhawatiran bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk mencapai target 100 persen energi terbarukan mereka pada 2050 atau lebih awal," kata Fabby dalam media briefing “Seruan Industri untuk Akselerasi Energi Terbarukan di Indonesia” pada Senin (9/9/2024),

Fabby mengatakan, polemik penetapan power wheeling dalam merampungkan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) juga masih terjadi. Padahal, skema power wheeling energi terbarukan dinilai dapat menjadi peluang bagi perusahaan RE100 untuk mendapatkan listrik hijau.