Rabu 11 Sep 2024 14:49 WIB

Negara Barat Bungkam Aksi Iklim di Dalam Negeri, tapi Berkoar di Luar Negeri

Negara barat semakin sering menggunakan hukum pidana.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
 Aktivis iklim melakukan demonstrasi di Bandara Frankfurt, Jerman, Kamis (25/7/2024).
Foto: Letzte Generation via Stay Grounded Network
Aktivis iklim melakukan demonstrasi di Bandara Frankfurt, Jerman, Kamis (25/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Organisasi lingkungan Climate Right International (CRI) merilis laporan yang mengungkapkan negara-negara barat dan maju semakin keras dalam menindak dan membungkam pengunjuk rasa dan aktivis perubahan iklim. CRI mengatakan pemerintah negara barat semakin sering menggunakan hukum pidana, menjatuhkan hukuman yang lebih lama, dan menggunakan penahanan sebelum sidang pada aktivis iklim.

Dalam laporan “On Thin Ice: Disproportionate Responses to Climate Change Protesters in Democratic Countries” setebal 70 halaman, diungkapkan hukuman yang dijatuhkan pada pengunjuk rasa iklim di Australia, Jerman, Prancis, Belanda, Selandia Baru, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat semakin keras.

Baca Juga

Laporan ini juga mengungkapkan penindakan keras terhadap pengunjuk rasa iklim, melanggar komitmen untuk melindungi hak dasar dalam kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat. "Anda tidak perlu sepakat dengan taktik aktivis iklim untuk memahami pentingnya melindungi kebebasan berbicara mereka dan hak mereka untuk protes," kata Direktur Eksekutif CRI Brad Adams dalam siaran pers yang diunggah di situs resmi CRI, Selasa (10/9/2024).

Adams menegaskan alih-alih memenjarakan para pengunjuk rasa perubahan iklim dan merongrong kebebasan sipil, pemerintah seharusnya mengindahkan seruan mereka untuk segera mengambil tindakan untuk mengatasi krisis iklim. CRI mengatakan meningkatnya dampak perubahan iklim dan rasa frustrasi terhadap kelambanan pemerintah memicu protes.

CRI menambahkan warga negara yang peduli menggunakan hak untuk melakukan protes damai termasuk pembangkangan sipil, yang merupakan inti dari gerakan hak pilih, anti-kolonial, hak-hak sipil, dan anti-apartheid sebagai cara untuk meningkatkan kesadaran dan mendesak tindakan.

“Faktanya adalah aktivisme iklim bukanlah sesuatu yang Anda dapatkan sejak lahir, tetapi merupakan sesuatu yang Anda perjuangkan di mana pun Anda berada dalam hidup Anda," kata aktivis iklim Luisa Neubauer.

Ia mengatakan setelah melakukan aktivisme selama bertahun-tahun dan dari ribuan orang yang ia ajak bicara, jawaban yang paling ampuh untuk mengatasi keputusasaan adalah tindakan.

CRI mengatakan di bawah hukum internasional, negara-negara harus menghormati dan melindungi hak-hak dasar atas kebebasan berkumpul, berekspresi, dan berserikat. Alih-alih melindungi hak-hak ini, banyak negara menggunakan undang-undang lama atau memberlakukan undang-undang baru yang keras untuk membatasi hak atas protes damai dan menjatuhkan hukuman yang tidak proporsional.

“Pemerintah seharusnya melihat para pengunjuk rasa dan aktivis iklim sebagai sekutu dalam memerangi perubahan iklim, bukan sebagai penjahat,” kata Adams.

"Tindakan keras terhadap pengunjuk rasa damai tidak hanya merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dasar mereka, tetapi juga dapat digunakan pemerintah yang represif sebagai lampu hijau untuk memburu para pembela iklim, lingkungan, dan hak asasi manusia di negara mereka," katanya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement