Selasa 17 Sep 2024 13:32 WIB

Greenpeace: Ekspor Pasir Laut Ancam Lingkungan dan Kehidupan Nelayan

Jokowi menegaskan yang diekspor bukan pasir laut, merupakan sedimen.

Rep: Muhammad Nursyamsi / Red: Satria K Yudha
 Kapal tongkang bernama Queen of The Netherlands yang digunakan untuk mengeruk pasir bawah laut untuk reklamasi Teluk Jakarta beroperasi di perairan Serang, Banten, beberapa tahun lalu.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kapal tongkang bernama Queen of The Netherlands yang digunakan untuk mengeruk pasir bawah laut untuk reklamasi Teluk Jakarta beroperasi di perairan Serang, Banten, beberapa tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia mengkritik kebijakan pemeirntah terkait ekspor pasir laut. Menurut Greenpeace, kebijakan ini membahayakan ekosistem laut dan pesisir.

Keputusan membuka kembali ekspor pasir laut diteken oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) lewat dua peraturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor; dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Baca Juga

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, mengatakan keputusan pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut akan merusak ekosistem laut dan pesisir, serta mengancam kehidupan nelayan serta masyarakat pesisir.

Menurut Afdillah, Permendag tersebut memperlihatkan wujud asli Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 (PP 26/2023) tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pemerintah mengklaim PP 26/2023 dibuat untuk memulihkan ekosistem laut yang terdampak oleh sedimentasi.