REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Taufik Aditiyawarman menyampaikan bahwa KPI telah menerapkan strategi dalam mendukung program pemerintah mendorong pemakaian bahan bakar berkelanjutan (SAF) untuk industri penerbangan.
Saat berbicara pada Asia Pacific Air Transport Forum 2024 di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/9), Taufik mengatakan KPI memiliki komitmen untuk mendukung program pemerintah mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih awal dengan memproduksi bahan bakar ramah lingkungan, salah satunya Pertamina SAF.
Untuk mewujudkan komitmen tersebut, ia menyebutkan KPI telah menyusun strategi pengembangan green refinery yang selaras dengan peta jalan penggunaan SAF yang dirumuskan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
"Saat ini KPI telah mampu memproduksi SAF melalui metode co-processing di unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) di kilang Cilacap yang dihasilkan dengan campuran 2,4 persen RBDPKO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Kernel Oil),” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/9/2024).
“Pengembangan selanjutnya dalam produksi SAF, KPI berupaya menggunakan bahan baku waste-based seperti used cooking oil (UCO) agar produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan," kata dia menambahkan.
Pertamina SAF telah diuji coba pada 2021 lalu dengan menggunakan pesawat CN235. Selanjutnya, pada Oktober 2023, Pertamina SAF diuji coba perdana pada penerbangan komersial dengan menggunakan pesawat Garuda Boeing 737-800 NG.
Taufik menjelaskan bahwa unit TDHT yang digunakan untuk memproduksi Pertamina SAF merupakan bagian dari proyek Green Refinery Kilang Cilacap. Tahap 1 telah diselesaikan dengan memodifikasi unit eksisting dengan kapasitas produksi 3 ribu barel per hari.
"KPI akan melanjutkan proyek Green Refinery Cilacap tahap 2 yang nantinya akan meningkatkan kapasitas produksi hingga 6 ribu barel per hari. Unit ini nantinya juga dapat mengolah SAF dari beragam bahan baku salah satunya UCO atau minyak jelantah," jelas Taufik.
Dia mengatakan langkah ini selaras dengan tuntutan pasar SAF di dunia penerbangan global yang memerlukan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Ia menambahkan, KPI juga akan mengembangkan proyek Green Refinery di Kilang Plaju dengan kapasitas lebih besar. Dengan kapasitas produksi kedua green refinery tersebut, KPI akan mampu memenuhi kewajiban pencampuran SAF hingga tahun 2039 dengan target 5 persen.
"Sejak 2019, Indonesia sudah tidak lagi mengimpor avtur. KPI akan terus berupaya untuk memastikan hal tersebut dengan mengikuti peta jalan kebijakan Pemerintah dalam hal memastikan penggunaan SAF di masa depan yang ditargetkan hingga 12,5 persen pada tahun 2040 nanti," tutup Taufik.
KPI merupakan anak perusahaan Pertamina yang menjalankan bisnis utama pengolahan minyak dan petrokimia sesuai dengan prinsip ESG (environment, social & governance). KPI juga telah terdaftar dalam United Nations Global Compact (UNGC) dan berkomitmen pada Sepuluh Prinsip Universal atau Ten Principles dari UNGC dalam strategi operasional sebagai bagian dari penerapan aspek ESG.