Jumat 20 Sep 2024 15:58 WIB

Agroforestri Salak Bali Jadi Warisan Pertanian Dunia FAO

Situs-situs yang dipilih memiliki kepentingan global.

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: A.Syalaby Ichsan
Petani salak memanen salak Pondoh di perkebunan salak Turi, Sleman, Yogyakarta, Senin (10/1). Salak Pondok hasil dari petani Turi sudah menjangkau pasar ekspor. Untuk 2021 lalu ekspor salak mencapai 160 ton dan turun imbas pandemi Covid-19. Salak Pondok yang diekspor merupakan hasil berkebun secara organik. Di tingkat petani salak pondoh kualitas ekspor dihargai Rp 5 ribu perkilogram.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petani salak memanen salak Pondoh di perkebunan salak Turi, Sleman, Yogyakarta, Senin (10/1). Salak Pondok hasil dari petani Turi sudah menjangkau pasar ekspor. Untuk 2021 lalu ekspor salak mencapai 160 ton dan turun imbas pandemi Covid-19. Salak Pondok yang diekspor merupakan hasil berkebun secara organik. Di tingkat petani salak pondoh kualitas ekspor dihargai Rp 5 ribu perkilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sistem agroforestri yang membudidayakan salak di Bali, masuk dalam daftar Sistem Warisan Pertanian Penting Dunia atau Globally Important Agricultural Heritage Systems (GIAHS). Bersama dengan sistem budidaya kolam ikan karper di Austria dan sistem agroforestri kakao di Sao Tome dan Principe.

Sistem-sistem ini resmi ditetapkan dalam pertemuan Kelompok Penasehat Ilmiah GIAHS pada Kamis (19/9/2024). Pertama kalinya Indonesia masuk dalam daftar ini dan kedua dari Austria.

Baca Juga

Di bawah program unggulan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), situs-situs yang dipilih memiliki kepentingan global, menunjukkan keamanan pangan dan mata pencaharian, keanekaragaman hayati pertanian, sistem pengetahuan dan praktik berkelanjutan, nilai-nilai sosial dan warisan budaya, serta lanskap yang luar biasa.

"Banyak dari situs ini menampilkan praktik-praktik terbaik untuk meningkatkan ketahanan sistem pangan terhadap perubahan iklim dan untuk keanekaragaman hayati serta ekosistem yang berkelanjutan," kata FAO dalam pernyataannya, Jumat (20/9/2024).

Dengan masuknya tiga sistem ini ke daftar sistem warisan pertanian global, jaringan warisan pertanian dunia FAO kini terdiri dari 89 sistem di 28 negara di seluruh dunia.

Sistem agroforestri di Karangasem — wilayah terkering di pulau Bali — mengintegrasikan budidaya buah salak, yang dikenal juga sebagai snake fruit karena kulitnya yang menyerupai kulit ular, dengan beragam tanaman. Sistem ini dikembangkan masyarakat adat Bali menggunakan sistem subak tradisional dalam pengelolaan air.

"Hal ini meningkatkan keanekaragaman hayati pertanian, mempertahankan topografi yang ada, membantu mencegah erosi, menghemat air, menyerap karbon, dan mendukung keamanan pangan, sekaligus menjaga warisan budaya dan mata pencaharian lokal," kata FAO.  

Sistem ini juga menjadi kawasan tangkapan air penting dan menyediakan pasokan air untuk hampir seribu hektar sawah dan keperluan lain bagi 10 desa di sepanjang Sungai Buhu.

Setiap bagian dari pohon salak dimanfaatkan, menjadikannya tanaman tanpa limbah. Praktik ini meningkatkan keberlanjutan dan efisiensi sumber daya. Sementara itu, sistem ini mengintegrasikan budidaya salak dengan berbagai tanaman lain, termasuk mangga, pisang, dan tanaman obat, menciptakan lanskap pertanian yang kaya dan beragam.

"Berakar pada filosofi tradisional Bali seperti "Tri Hita Karana" dan "Tri Mandala," sistem ini mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan spiritualitas yang telah terdaftar sebagai Lanskap Budaya UNESCO," kata FAO. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement