REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Siti Nurbaya menekankan pentingnya perdagangan karbon atau pengaturan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam pemangkasan emisi gas rumah kaca. Hal ini ia sampaikan dalam focus group discussion (FDG) dengan Komisi IV DPR dengan tema "Percepatan Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia" di Jakarta, Jumat (20/9/2024).
Dalam pernyataannya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan ada dua sisi yang harus dilihat dalam NEK yaitu aspek pasokan dan permintaan. KLHK meyakini karbon itu bukan komoditi, tapi jasa aktivitas penurunan emisi dengan ukuran CO2.
Pasokan bukan hanya stok dari alam untuk diperdagangkan. Tetapi berupa jasa penurunan emisi karbon dari aktivitas manusia, artinya bukan semata-mata carbon offset.
"Ada kesalahpahaman dalam pemahamannya, disangkanya jual karbon adalah menjual semua karbon dari hutan kita," kata Siti Nurbaya dalam pernyataan KLHK, Sabtu (21/9/2024).
Padahal, kata Siti, perdagangan karbon merupakan jasa untuk menurunkan emisi dan menanam pohon untuk menambah penyerapan karbon. Siti mengatakan yang terpenting adalah memegang prinsip-prinsip sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Ratifikasi Paris Agreement.
"Dalam konteks ini juga yang harus dipegang betul yaitu kita memakai rezim Paris Agreement, bukan lagi rezim Protokol Kyoto. Dimana Indonesia sudah mempunyai kewajiban untuk ikut menurunkan emisi gas rumah kaca," katanya dalam pernyataannya.
KLHK mengatakan ukuran NEK adalah pemenuhan kontribusi pemangkasan emisi yang ditetapkan secara nasional (NDC). Siti mengatakan jasa karbon yang dihitung dengan CO2 haruslah dilakukan dengan integritas lingkungan yang tinggi.
"Jadi bukan karbon asal-asal, karbon palsu, bukan asal pengakuan saja, sehingga bukan pula greenwashing. Disitu ada syaratnya transparan, akuntabel, akurat, comparable, komplit, dan konsisten," kata Siti.
Selain itu, ada penghargaan atau kontribusi atas jasa penurunan emisi karbon secara bilateral atau multilateral yang dikelola Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Selanjutnya, Siti mengatakan perdagangan karbon merupakan mandat konstitusi. Sesuai pasal 33 UUD 1945, disitu juga ada mandat konstitusional rakyat, karena berasal dari sumber daya alam.