Rabu 25 Sep 2024 14:34 WIB

BMKG Ungkap Suhu di Indonesia Terus Meningkat

Mitigasi iklim menjadi langkah yang mendesak.

Perkeja melindungi tubuh dari terik matahari menggunakan payung saat berjalan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (18/12/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Perkeja melindungi tubuh dari terik matahari menggunakan payung saat berjalan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (18/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan terdapat tren peningkan suhu di hampir semua wilayah Indonesia. Jika tidak dilakukan langkah mitigasi perubahan iklim, maka dapat mencapai ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius.

Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG Albert C Nahas dalam diskusi yang diadakan Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Rabu (25/9/2024), menjelaskan catatan BMKG pada periode 1951-2021 memperlihatkan tren peningkatan suhu di Indonesia dengan laju bervariasi di masing-masing wilayah.

Dia mengatakan laju peningkatan terbesar ditemukan di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera bagian selatan, area Jakarta dan sekitarnya, dengan beberapa area mengalami peningkatan rata-rata 0,15 derajat per 10 tahun.

"Kalau kita melihat dari historis suhu ini jika diproyeksikan ke depannya dengan penyederhanaan 0,15 derajat per 10 tahun maka di pertengahan abad 21 ini Indonesia sudah akan melampau batas 1,5 derajat yang sering dijadikan ambang batas untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim," jelasnya.

Kondisi Indonesia saat ini belum mencapai tingkatan itu, tetapi dengan tren kenaikan tersebut dia menyoroti pentingnya langkah-langkah mitigasi untuk menekan emisi gas rumah kaca agar kenaikan suhu tidak melewati ambang 1,5 derajat Celcius. Berbicara dalam diskusi rangkaian peringatan Hari Ozon Sedunia, diperingati setiap 16 September, Albert menjelaskan dengan skenario permodelan iklim Representative Concentration Pathway (RCP) 4.5 laju peningkatan suhu rata-rata tetap terjadi dengan langkah mitigasi dan adaptasi, meski tidak sebesar dalam skenario tanpa mitigasi RCP8.5.

"Terutama di Sumatera bagian utara kemudian di Papua Pegunungan dan juga sebagian kecil Sulawesi. Ini bisa kita lihat bahwa pentingnya aksi mitigasi tadi dan itu tidak boleh berhenti karena meskipun kita melakukan langkah mitigasi dan adaptasi ternyata laju peningkatan suhu tetap terjadi, setidaknya kalau dilihat dari proyeksi, sampai dengan pertengahan abad 21," jelasnya.

BMKG juga meminta masyarakat di sejumlah kota besar untuk mewaspadai dan mengantisipasi dampak suhu panas maksimum harian mencapai 34-37 derajat Celsius, pada Rabu (25/9/2024).

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Fenomena Khusus BMKG Miming mengatakan, hasil analisa dalam 24 jam terakhir mencatatkan terpaan suhu panas tertinggi melanda wilayah Palu Sulawesi Tengah yang mencapai 37,0 derajat Celcius.

Selanjutnya kondisi suhu panas maksimum lebih dari 36,2 -- 36,0 derajat Celcius terdeteksi oleh BMKG menerpa wilayah Bima di Nusa Tenggara Barat, Sentani di Papua hingga Banjarmasin di Kalimantan Selatan.

Pada saat yang sama, tim meteorologi BMKG juga menganalisa suhu panas maksimum mencapai 35,9 -- 35,0 derajat Celcius melanda sebagian besar wilayah di Kalimantan Barat (Melawi, Kapuas Hulu, Sintang), Barito Utara, Berau, Makassar, Gorontalo, Surabaya, Palangkaraya, Kotawaringin Barat, dan Semarang.

Kemudian untuk suhu panas maksimum 34,5 -- 34,7 derajat Celcius terdeteksi melanda Nusa Tenggara Timur (Maumere, Sikka), Tapanuli Tengah di Sumatera Utara, dan Lampung.

Sebelumnya, Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengkonfirmasi fenomena suhu panas belakangan ini berkaitan dengan posisi titik semu matahari yang melintasi ekuator dan minimnya tutupan awan, namun masih dalam kategori biasa yang tidak berdampak pada perubahan musim di Indonesia.

Demi mengurangi dampak suhu panas, kata dia, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengonsumsi air minum secara cukup dan teratur supaya terhindar dari dehidrasi, terutama saat melaksanakan kegiatan di luar ruangan.

Kemudian menggunakan pelindung seperti topi atau payung untuk melindungi kepala dan tubuh bagian atas, kaca mata hitam untuk melindungi mata, bila perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari paparan sinar Ultra Violet (UV).

Di sisi lain, BMKG mengingatkan agar masyarakat tidak sembarang melakukan pembakaran apapun di lahan kosong, dalam kawasan hutan dan kawasan penampungan sampah. Pemerintah daerah diminta agar melakukan penyiraman darat demi mengurangi potensi kebakaran akibat terik matahari di kawasan hutan dan lahan.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement