Rabu 25 Sep 2024 15:10 WIB

Perubahan Iklim Picu Banjir Mematikan di Eropa Tengah

Banjir akibat Badai Boris menewaskan 24 orang.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Foto udara luapan banjir yang menggenangi di pemukiman di Ostrava, Republik Ceko, Senin (16/9/2024).
Foto: AP Photo/Darko Bandic)
Foto udara luapan banjir yang menggenangi di pemukiman di Ostrava, Republik Ceko, Senin (16/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penelitian terbaru menemukan perubahan iklim yang dipicu aktivitas manusia melipatgandakan kemungkinan dan mengintensifkan hujan deras yang mengakibatkan banjir mematikan di Eropa Tengah pada bulan ini. Hujan deras yang dibawa Badai Boris pada pertengahan September merendam Rumania, Polandia, Ceko, Austria, Slovakia, dan Jerman.

Banjir itu menewaskan 24 orang, menghancurkan jembatan-jembatan dan meredam mobil-mobil. Kota-kota kehilangan aliran listrik dan membutuhkan rekonstruksi besar-besaran.

Penelitian World Weather Attribution (WWA) mengungkapkan Badai Boris mengakibatkan empat hari dengan curah hujan terbesar yang pernah tercatat di Eropa tengah. WWA mengatakan perubahan iklim yang dipicu pembakaran batu bara, minyak dan gas alam meningkatkan intensitas dan kemungkinan bencana ini terjadi dua kali lipat.

Penelitian itu mengungkapkan perubahaan iklim mengintensifkan hujan antara 7 sampai 20 persen. "Sekali lagi, banjir-banjir ini menunjukkan dampak menghancurkan pemanasan yang dipicu pembakaran bahan bakar fosil," kata penulis utama laporan ini dan peneliti iklim Imperial College London, Joyce Kimutai, Selasa (24/9/2024).

Untuk menguji perubahan iklim akibat aktivitas manusia, tim ilmuwan menganalisa data cuaca dan menggunakan model-model iklim untuk dibandingkan dengan masa pra-industri ketika suhu bumi lebih dingin dibanding saat ini. Model-model itu menstimulasi bumi yang tidak mengalami kenaikan suhu 1,3 derajat Celsius dari masa pra industri dan bagaimana peristiwa hujan deras akan terjadi.

Penelitian itu menganalisa hujan deras yang berlangsung selama empat dan fokus pada negara-negara yang paling terdampak. Meski penelitian cepat ini belum menjalani tinjauan sejawat atau peer-reviewed tapi teknik penelitiannya diterima secara ilmiah.

Ilmuwan iklim Imperial College London lainnya, Friederike Otto mengatakan setiap iklim pasti pernah mengalami lonjakan peristiwa cuaca. "(Namun) saat melihat apakah rekor terpecahkan dengan margin yang begitu besar, ini benar-benar sidik jari perubahan iklim dan hanya terjadi bila kami melihat pemanasan dunia," katanya.

Austria dan daerah perbatasan Polandia-Ceko, terutama daerah perkotaan dekat sungai menjadi wilayah yang paling terdampak. Penelitian mencatat total kematian banjir bulan ini lebih rendah dibandingkan banjir yang melanda wilayah itu pada tahun 1997 dan 2002.

Namun, infrastruktur dan sistem penanggulangan bencana kewalahan dengan banyaknya kasus dan membutuhkan miliaran euro untuk upaya pemulihan. Pekan lalu Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berjanji menggelontorkan miliaran euro bagi negara-negara terdampak banjir.

Penelitian WWA juga memperingatkan bila bumi semakin panas terutama naik 2 derajat Celsius dari masa pra-industri maka kemungkinan hujan deras selama empat hari bertambah 50 persen dibandingkan kemungkinan saat ini. Para peneliti juga memperingatkan intensitas hujan akan semakin besar.

Curah hujan yang tinggi di seluruh Eropa Tengah disebabkan apa yang dikenal sebagai “depresi Vb” yang terbentuk ketika udara dingin mengalir dari kutub utara di atas Pegunungan Alpen dan bertemu dengan udara hangat dari Eropa Selatan. Para peneliti tidak menemukan adanya perubahan yang dapat diamati dalam jumlah depresi Vb yang serupa sejak tahun 1950-an.

WWA didirikan pada tahun 2015 karena rasa frustasi atas lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menentukan apakah suatu peristiwa iklim berkaitan dengan perubahan iklim. Penelitian-penelitian yang mereka lakukan menggunakan pengamatan cuaca di dunia nyata dan pemodelan komputer untuk menentukan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa sebelum dan sesudah perubahan iklim, dan apakah pemanasan global mempengaruhi intensitasnya.

 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement