Rabu 25 Sep 2024 16:31 WIB

Joe Biden Pandang Krisis Iklim Sebagai Peluang Ekonomi untuk AS

Biden memimpin gelombang investasi besar-besaran proyek pembangkit listrik bersih.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Presiden AS Joe Biden.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memandang krisis iklim sebagai peluang ekonomi baru bagi negaranya. Berbicara di Bloomberg Global Business Forum di New York, Biden menegaskan kebijakannya telah menciptakan formula baru untuk mengatasi pemanasan global sambil menciptakan lapangan kerja dan memperkuat industri dalam negeri.

"Ketika berbicara tentang iklim, setiap kali saya membahas hal ini, baik ketika meyakinkan para pekerja maupun pelaku usaha untuk berpartisipasi, saya selalu mengatakan, 'Saya berpikir tentang iklim, saya berpikir tentang pekerjaan'," ujar Biden dikutip dari Bloomberg, Rabu (25/9/2024).

Pernyataan tersebut datang di tengah upayanya memperkuat warisan kepemimpinannya terkait perubahan iklim dan energi bersih, beberapa pekan sebelum pemilihan presiden yang akan menentukan arah kebijakan AS di bidang tersebut. Biden juga memuji Wakil Presiden Kamala Harris, yang merupakan calon presiden dari Partai Demokrat, atas perannya dalam agenda iklim.

"Alih-alih membicarakan tentang pengorbanan atau fokus pada pengurangan, Kamala dan saya memilih kebijakan iklim yang ambisius dengan fokus pada pertumbuhan," kata Biden.

Biden juga secara tegas membandingkan kebijakannya dengan calon dari Partai Republik, Donald Trump, yang berjanji akan membatalkan regulasi yang membatasi polusi penyebab pemanasan global dan memangkas pengeluaran untuk isu iklim. Trump menyebut regulasi itu sebagai "penipuan ramah lingkungan."

"Penolakannya terhadap perubahan iklim mengutuk generasi mendatang ke dunia yang lebih berbahaya, selain itu, kincir angin tidak menyebabkan kanker," kata Biden merujuk pada kritik Trump yang menolak penggunaan turbin angin.

Harris belum mengungkapkan secara terperinci rencana kebijakan energi dan lingkungannya, tetapi selama kampanye, ia mendukung undang-undang iklim yang ditandatangani Biden, dan diperkirakan akan melanjutkan inisiatif tersebut jika terpilih.

Biden memuji lonjakan investasi dalam manufaktur teknologi bersih yang didorong Undang-Undang Pengurangan Inflasi, termasuk peningkatan jumlah kendaraan listrik di jalan-jalan AS. Ia menekankan undang-undang tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat yang mengalami dampak buruk dari kerusakan lingkungan.

"Hanya dalam dua tahun sejak berlakunya Undang-Undang Pengurangan Inflasi, kami telah menciptakan lebih dari 330.000 lapangan kerja di sektor energi bersih," kata Biden.

Ia juga memuji program rabat atau subsidi harga dan program lainnya di bawah undang-undang tersebut, yang menurutnya berhasil menurunkan biaya energi bagi keluarga dan membantu mengurangi biaya pemasangan panel surya di rumah-rumah serta peralatan hemat energi.

Penekanan Biden pada manfaat pekerjaan dan investasi dalam melawan perubahan iklim sejalan dengan upayanya untuk menyoroti kemajuan dalam pengendalian inflasi, yang menjadi isu utama bagi Harris dalam kampanye.

Biden memimpin gelombang investasi besar-besaran dalam proyek pembangkit listrik tanpa emisi dan manufaktur domestik untuk mendukung transisi energi hijau. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Pengurangan Inflasi, perusahaan-perusahaan telah mengumumkan lebih dari 100 miliar dolar AS untuk proyek-proyek tersebut.

Ratusan miliar dolar AS dalam subsidi energi bersih dan manufaktur di bawah undang-undang iklim ini telah memicu kecemburuan, kritik  di seluruh dunia. Namun, pejabat pemerintahan Biden menegaskan bahwa undang-undang tersebut juga mendorong aksi global dalam mengurangi polusi yang menyebabkan pemanasan global, sekaligus menurunkan biaya penggunaan energi terbarukan di berbagai negara. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement