Selasa 08 Oct 2024 23:53 WIB

Festival Budaya sebagai Langkah Afirmasi Masyarakat Lokal di Ibu Kota Nusantara

FHBN meruapakan hasil kajian strategis sosial budaya pada masyarakat adat dan lokal.

Red: Joko Sadewo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Festival Harmoni Budaya Nusantara di Lapangan Taruna, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim pada pekan kemarin.
Foto: Republika.co.id
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Festival Harmoni Budaya Nusantara di Lapangan Taruna, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim pada pekan kemarin.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andre Notohamijoyo, Pemerhati Kebudayaan

Festival Harmoni Budaya Nusantara (FHBN) 2024 telah sukses diselenggarakan pada 5-7 September 2024 yang lalu di alun-alun kantor Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Sepintas festival tersebut terlihat sama halnya dengan festival budaya lainnya, namun terdapat beberapa keunikan yang berbeda. Keunikan pertama, penyelenggaraan FHBN berasal dari hasil kajian strategis sosial budaya pada masyarakat adat dan lokal yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) pada tahun 2022.

Tujuan dari kajian tersebut adalah untuk mengetahu persepsi dari masyarakat lokal tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah penyangga yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Hal ini diperlukan agar terjadi proses akulturasi budaya yang bagus dalam proses perpindahan aparatur sipil negara (ASN) ke IKN. Kajian tersebut mempertimbangkan kondisi kesejahteraan masyarakat lokal di wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) yang masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain seperti Balikpapan dan Samarinda.

Hasil dari kajian adalah perlunya pendekatan sosial budaya terhadap masyarakat lokal di wilayah penyangga IKN sebagai langkah afirmasi secara berkesinambungan. Ini juga termasuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia di wilayah penyangga.  Pendekatan kebudayaan perlu dilakukan mengingat adanya perbedaan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya antara masyarakat lokal dengan pendatang mulai dari pekerja kontruksi hingga ASN.

Pendekatan tersebut diperlukan sebagai upaya mitigasi konflik sosial akibat tumpang tindih kepemilikan atas tanah, hilangnya ekosistem dan identitas masyarakat asli, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak, kecemburuan sosial dan kerusakan lingkungan. Kasus konflik lahan masyarakat adat Pamaluan, Penajam Paser Utara beberapa waktu yang lalu yang keberadaannya dinilai tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) IKN merupakan salah satu contoh potensi konflik sosial yang harus diwaspadai.

Salah satu rekomendasi dari hasil kajian adalah penyelenggaraan festival budaya di wilayah IKN dan wilayah penyangga. Festival budaya diperlukan untuk meningkatkan pemahaman keragaman kebudayaan, membangun ekosistem kebudayaan dalam menyongsong pembangunan IKN, serta memperkuat sinergi antara kearifan lokal dengan inovasi yang mempersatukan masyarakat. Penyelenggaraan festival diharapkan menjadi ruang ekspresi budaya dan juga berperan menjadi katup pengaman konflik sosial di IKN.

Beberapa penelitian menunjukkan peran festival sebagai ruang ekspresi budaya. Penelitian dari Wei Gu et al (2020) menunjukkan bahwa penyelenggaraan Dragon Boat Festival di Qianxinan, Guizhou Barat daya, Tiongkok tidak hanya berfungsi sebagai pertunjukan budaya namun juga sebagai penggerak ekonomi dan pelestarian obat serta pengetahuan medis tradisional yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Demikian pula dengan penelitian Csurgo dan Smith (2021) yang menunjukkan peran festival budaya dalam mendorong ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional masyarakat desa di Hungaria seperti tarian rakyat, penyulaman hingga lukisan dinding.

FHBN mulai bergulir tahun 2023 dalam bentuk rangkaian festival budaya di seluruh Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur dengan puncaknya pada tanggal 3 November 2023 di alun-alun Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara yang dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo. FHBN 2023 menghasilkan 2 kesepakatan yaitu Piagam Dukungan dari para sultan, masyarakat adat dan budayawan untuk keberlanjutan pembangunan IKN dan Berita Acara Dukungan Keberlanjutan Penyelenggaraan FHBN dari seluruh Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) di Kalimantan Timur. Presiden RI mengapresiasi FHBN 2023 sebagai festival budaya pertama di IKN dan menyampaikan bahwa pendekatan sosial budaya harus diutamakan dalam pembangunan IKN. 

Keunikan kedua, FHBN 2024 diselenggarakan dengan anggaran yang sangat terbatas namun sukses membangun gotong royong lintas Kementerian/Lembaga (K/L), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemerintah Daerah (Pemda) baik Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara selaku tuan rumah, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur hingga Pemerintah Propinsi lain seperti Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Lampung dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Keunikan ketiga adalah partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat adat/lokal dalam festival tersebut. Partisipasi dari pemangku kepentingan sangat penting karena dapat membangun rasa kepemilikan (sense of ownership) terhadap FHBN sebagai ruang ekspresi kebudayaan. Beberapa contoh menarik dari FHBN 2024 yang menjadi program afirmasi masyarkat adat/lokal antara lain adalah pelatihan dan lomba film pendek yang melibatkan anak muda serta program music corner bagi para pemusik tradisional Kalimantan Timur.

Antusiasme masyarakat dalam FHBN 2024 sangat luar biasa sejak awal hingga akhir acara. Masyarakat sangat antusias dan terlibat secara aktif sejak pembukaan yang diawali dengan pawai budaya di mana peserta mengenakan baju adat dari daerah asal masing-masing yang mencerminkan penghargaan terhadap keberagaman dan selaras dengan tema FHBN 2024 yaitu “Merajut Persatuan dalam Keberagaman”.

Peran serta para seniman Kalimantan Timur dan berbagai daerah seperti Kepulauan Riau (seni pantun), Kalimatan Tengah (seni tari), Lampung (musik gambus), Nusa Tenggara Barat (seni tutur) hingga pertunjukan Reog Ponorogo yang ditampilkan oleh Sanggar Singi Koyo Nusontoro, sebuah komunitas masyarakat transmigran di Penajam Paser Utara, menjadi wujud nyata penghormatan ekspresi budaya yang harmonis.

Pembangunan nasional termasuk IKN harus berjalan seiring dengan penghormatan terhadap keragaman ekspresi dan nilai mulai dari tingkat lokal. Ini selaras dengan implementasi Undang-Undang No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan komitmen terhadap Konvensi tentang Keaneragaman Ekspresi Budaya atau Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions UNESCO tahun 2005. Hal yang terpenting adalah menjaga keberlanjutan penyelenggaraan FHBN di masa mendatang sebagai ruang afirmasi dan ekspresi budaya masyarakat adat/lokal.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement