Oleh : Irman Gusman
REPUBLIKA.CO.ID, Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto semakin dikenal masyarakat sebagai seorang patriot sejati. Di hadapan 19 kepala negara dan atau kepala pemerintahan serta 15 utusan khusus dari negara-negara sahabat, Prabowo secara tepat memotret kondisi real bangsa Indonesia, yang tak harus sama dengan angka-angka statistik yang biasanya menghibur.
Presiden RI secara terus terang mengungkapkan kepada komunitas internasional bahwa masih banyak warga masyarakat kita yang kelaparan dan butuh makanan bergizi, masih ada warga masyarakat yang menarik becak di usia 70 tahun, masih banyak bangunan sekolah yang rusak; dan bahwa bangsa ini harus bebas dari kemiskinan dan penderitaan, rakyat harus bisa hidup tanpa rasa takut menghadapi masa depannya.
Hanya seorang pemimpin pemberani yang bisa secara terus terang berbicara seperti itu. Sebab ia tak ingin kemajuan bangsa ini diukur dari lapisan teratas piramida sosial, melainkan harus dilihat dari lapisan bawah dimana terdapat mayoritas penduduk negeri ini. Sikap demikian itu mengharuskan semua pembantunya untuk berani menghadapi tantangan, berani menghadapi realitas sosial saat ini, dan mencarikan solusi untuk mengatasi semua beban dan disparitas ekonomi saat ini. Prabowo bahkan mengajak semua pemimpin untuk tidak bersikap seperti burung unta yang menyembunyikan kepala ketika melihat masalah.
Prabowo juga menanamkan nilai kejujuran dan sportivitas tingkat tinggi ke dalam diri bangsa ini ketika ia secara terus terang mangakui kelebihan dan prestasi presiden-presiden sebelumnya. Prabowo mengenang Presiden Soekarno sebagai peletak dasar negara, Pancasila. Ia mengakui kelebihan Presiden Soeharto karena berhasil membangun negeri ini.
Prabowo mengakui Presiden BJ Habibie yang membuka kran demokrasi, dan karena kegigihannya dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden Gus Dur diakuinya sebagai pelopor toleransi dan hak-hak asasi manusia. Dan ia mengakui Presiden Megawati yang mengatasi krisis ekonomi pada masanya, dan atas kegigihannya dalam membela wong cilik.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono—the thinking general yang demokratis—diakuinya sebagai pemimpin yang berhasil mengantarkan bangsa ini keluar dari krisis sejak musibah tsunami dan menyelesaikan konflik di Aceh, meningkatkan tingkat kesejahteraan, serta manaikkan pamor Indonesia di mata dunia.
Prabowo pun mengakui kepemimpinan Presiden Jokowi yang berhasil membawa Indonesia keluar dari krisis Covid-19. Di era Jokowi pembangunan infrastruktur semakin diperluas dan ibu kota negara mulai dipindahkan ke Kalimantan.
Bahkan semua tokoh yang dulu kurang bersahabat dengan dirinya pun dirangkulnya ke dalam jajaran pemerintahannya. Hanya seorang patriot sejati yang berwawasan luas dan berhati tulus, yang bisa bersikap demikian. Sebab jarang ada pemimpin di negeri ini yang mengakui prestasi pendahulunya, atau kelebihan penggantinya.
Sang patriot sejati itu menempatkan dirinya sebagai pemimpin acuan untuk seluruh bangsa ini—bukan hanya untuk partainya sendiri. Sama seperti Manuel Quezon yang pernah berkata: The loyalty to my party ends where the loyalty to my country begins. Sekarang terbukti sudah kata-kata Gus Dur: “Kalau orang yang paling ikhlas kepada rakyat Indonesia itu Prabowo. Banyak yang dia lakukan yang menunjukkan dia ikhlas betul kepada rakyat Indonesia.”
Kita bangga memiliki Presiden yang berhati tulus-ikhlas dan merangkul semua komponen bangsa seperti itu. Mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad itu benar-benar mendahulukan aspek persatuan bangsa dan stabilitas, agar pemerintahannya aman, tanpa guncangan dari dalam negeri.
Meskipun tak menyinggung masalah nepotisme, tetapi ketika Prabowo berpidato tentang perlunya mengatasi kebocoran anggaran negara, mencegah korupsi dan kolusi, tiba-tiba saya teringat ucapan ayahnya—yang pernah mengatakan bahwa setiap tahun sejak masanya, terjadi kebocoran APBN sebesar 30 persen. Sekaranglah saatnya Prabowo menutup kebocoran yang dulu menyita perhatian ayahnya Sumitro Djojohadikusumo.
Itu sebabnya Prabowo memberikan ultimatum kepada semua pemimpin agar jangan coba-coba mencari keuntungan pribadi dari APBN. Prabowo dapat dijadikan teladan dalam hal ini, sebab ia sendiri sudah membuktikan ucapannya, karena sebagai negarawan, ia sudah selesai dengan dirinya.
Bahkan di masa krisis 1998 ketika semua debitur bank sibuk mencari keringanan utang, Prabowo tak mau melakukan restrukturusasi utang perusahaannya di Bank Mandiri. Ketika itu Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo menemui Prabowo untuk melakukan restrukturisasi utang perusahannya. Tetapi Prabowo menolak diberi keringanan.“Karena Bank Mandiri adalah bank milik negara,” tegasnya.
Kalau jiwa-raganya dipersembahkan untuk negara dan bangsanya ketika masih aktif di militer, bahkan berada di garis depan memimpin pertempuran dan operasi militer di berbagai daerah, apalagi hanya masalah utang—negara tak boleh dirugikan. Itulah sikap Prabowo, patriot sejati yang layak diteladani semua anak bangsa, termasuk semua debitur bank, bahkan semua pejabat negara, agar negara tidak dirugikan.
Di usianya yang 73 tahun, Prabowo ingin berlari kencang, agar dalam masa jabatannya sejumlah target prioritas dapat tercapai. Ia bertekad bahwa Indonesia harus mencapai swasembada pangan dan swasembada energi dalam tempo empat sampai lima tahun ke depan. Jangan lagi ada orang miskin di negeri ini, sebab negeri ini sangat kaya alamnya. Kalau tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman, tapi jangangkan keju singkong pun masih kita impor?
Kalau alamnya kaya tetapi banyak rakyat masih miskin, itu berarti penyebabnya adalah salah kelola atau mismanagement—seperti kata pakar manajemen sedunia Peter F. Drucker: There’s no underdeveloped country, only undermanaged ones.
Itulah sebabnya maka Prabowo tampil dengan paradigma baru: berani mengakui kekurangan, dan berani mengatasinya dengan menggerakkan segenap komponen bangsa untuk bersatu-padu, bergotongroyong mengatasi pelbagai masalah.
Itulah sikap kepemimpinan yang patut diacungi dua jempol.Sebab selama ini sering kita melihat angka-angka statistik yang ditampilkan secara politis, tetapitidak sepenuhnya memotret realitas kehidupan masyarakat. Tabiat itu yang ingin diubahnya agar para pemimpin tidak mengandalkan pencitraan, tetapi bersikap jujur terhadap realitas sosial-ekonomi bangsa ini dan berjuang meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Ketika berbicara tentang demokrasi, Prabowo berpesan agar kedaulatan rakyat harus untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan perorangan atau pun kelompok. Pemimpin bekerja untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri. Kebebasan itu perlu tetapi kebebasan yang tumbuh dalam demokrasi Indonesia harus bisa menghindari perselisihan dan permusuhan, tanpa rasa benci, tanpa berbuat curang, tegasnya.
Ia menekankan bahwa demokrasi pun harus bisa menghindari kekerasan dan adu-domba, menghindari kemunafikan, agar semakin kuat persatuan bangsa, agar terjadi tata tentrem kerta raharja, gemah ripah lohjinawe, supaya wong cilik pun bisa tersenyum lagi.
Pesan politik tersebut perlu dimaknai sebagai kebutuhan di bangsa ini untuk menarik kembali kereta demokrasi ke rel yang semestinya, yaitu rel budaya demokrasi ala Indonesia—the Indonesian way of democracy—yang tak sama dengan demokrasi liberal yang secara latah diterapkan saat ini.
Para tokoh serta pemimpin di berbagai kalangan dan tingkatan perlu mengembangkan pesan penting itu untuk menjadi tradisi, agar Indonesia tak meninggalkan jati dirinya di tengah terpaan arus globalisasi yang semakin besar.
Sebab bangsa ini harus bangga dengan nilai-nilai persatuan sejak Soempah Pemoeda 1928, bahwa kita bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia. Pesan itu semakin penting ketika kita memperingati 96 tahun Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 2024.
Prabowo tegaskan bahwa semua pemimpin di bangsa ini perlu menjadi teladan, sebab “ikan busuk mulai dari kepalanya.” Ketika pemimpin tak mampu menunjukkan keteladanan, maka segenap jajaran di bawahnya akan kehilangan arah.
Satu aspek lain yang menarik perhatian saya adalah ketika Prabowo berbicara tentang pengalamannya 46 tahun silam. Yaitu saat ia berada di kolam renang Manggarai, Jakarta Pusat, dan melihat sebuah tulisan peninggalan Belanda yang melarang “inlander dan anjing” untuk masuk ke situ.
Bukan hanya tulisan derogatory itu yang menyakiti hatinya, sekaligus membakar semangatnya untuk mengangkat derajat bangsanya. Bahkan ketika bersekolah di luar negeri pun ia sering merasa direndahkan tatkala orang berkata bahwa “bangsa Indonesia masih hidup di pohon-pohon”. Sebagai patriot sejati, sejak masa mudanya pun Prabowo sudah terbakar semangatnya untuk mengangkat derajat bangsanya agar tidak direndahkan bangsa-bangsa lain.
Sekaranglah saatnya ia membuktikan tekadnya itu. Dan itulah sebabnya kini Presiden Prabowo membentuk Kabinet Merah Putih yang mencakup begitu banyak Menteri dan Wakil Menteri serta Kepala-kepala badan. Tapi ahli strategi tempur yang gemoy di mata banyak pengagumnya itu pasti sudah memiliki strategi tersendiri untuk melakukan perubahan besar-besaran demi mengangkat derajat bangsanya di mata dunia.
Kita berharap dan mendoakan, semoga Presiden Prabowo tetap sehat walafiat dalam memimpin negara dan bangsa ini lima tahun ke depan, melakukan perbaikan di berbagai bidang, dan meninggalkan legacy yang berdampak besar untuk dijadikan acuan bagi bangsa ini di masa depan.
*)Penulis adalah ketua DPD-RI 2009-2016/Senator RI – Sumatera Barat 2024 – 2029