REPUBLIKA.CO.ID, CALI -- Setelah dua pekan negosiasi, delegasi negara-negara di Pertemuan Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) di Cali, Kolombia, sepakat membentuk lembaga yang memasukan saran masyarakat adat dalam keputusan pelestarian lingkungan di masa depan. Langkah ini menunjukkan tumbuhnya pergerakan yang mendorong pengakuan peran komunitas yang menghuni daerah yang sebelumnya kosong dalam mengatasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Para delegasi juga sepakat untuk mewajibkan perusahaan-perusahaan besar berbagi keuntungan mereka dari penelitian yang menggunakan informasi genetik dari alam. Delegasi masyarakat adat bersorak dan menangis setelah keputusan bersejarah untuk membentuk lembaga subordinasi diumumkan.
Direktur Eksekutif Program Hak dan Komunitas Global Wildlife Conservation Society Wildlife Conservation Society Sushil Raj mengatakan langkah ini mengakui dan melindungi sistem pengetahuan tradisional masyarakat adat dan komunitas lokal yang bermanfaat bagi pengelolaan keanekaragaman hayati nasional dan global.
“Pertemuan ini memperkuat representasi, koordinasi, pengambilan keputusan yang inklusif, dan menciptakan ruang untuk berdialog dengan para pihak dalam COP,” kata Raj, akhir pekan ini.
Di akhir pertemuan, para negosiator sempat kesulitan untuk mencapai tujuan bersama. Tapi konsensus akhirnya tercapai pada Jumat (1/11/2024) malam.
Di COP16, para delegasi membahas implementasi Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal yang disepakati 2022 lalu. Termasuk 23 target untuk menyelamatkan flora dan fauna bumi dari kepunahan dengan melestarikan 30 persen darat dan laut bumi pada tahun 2030 atau disebut target "30 by 30."
COP16 juga mengakui pentingnya komunitas keturunan Afrika dalam melestarikan alam. Berdasarkan dokumen pembentukannya, lembaga masyarakat adat PBB dipimpin dua ketua yang dipilih COP: satu dicalonkan anggota-anggota PBB dari kelompok regional, dan satu lagi dicalonkan perwakilan masyarakat adat dan komunitas lokal.
Dokumen tersebut mengungkapkan setidaknya salah satu ketua akan dipilih dari negara berkembang, dengan mempertimbangkan keseimbangan gender.
“Dengan keputusan ini, nilai dari pengetahuan tradisional masyarakat adat, keturunan Afrika dan masyarakat lokal diakui, dan hutang sejarah 26 tahun dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) telah dilunasi,” kata Menteri Lingkungan Hidup Kolombia dan Presidensi COP16 Susana Muhammad di media sosial X tak lama setelah pembentukan lembaga masyarakat adat PBB diumumkan.