Rabu 06 Nov 2024 10:48 WIB

Bisakah Kita Swasembada Pangan Lagi?

Indonesia pernah mencapai swasembada beras jaman Presiden Soeharto

Sejumlah petani merontokkan bulir padi di Mulyaharja, Kota Bogor, Jawa Barat.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Sejumlah petani merontokkan bulir padi di Mulyaharja, Kota Bogor, Jawa Barat.

Oleh : Dedi Nursyamsi, Penyuluh Pertanian Ahli Utama, Kementerian Pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, -- Pidato pertama Presiden Prabowo Subianto saat sidang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 di Senayan, Jakarta tanggal 20 Oktober 2024 tentang swasembada pangan sangat menggetarkan. Berikut ini cuplikannya:  Saudara-saudara sekalian, saya telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar. Dalam krisis, dalam keadaan genting, tidak ada yang akan mengizinkan barang-barang mereka untuk kita beli. Karena itu tidak ada jalan lain, dalam waktu yang sesingkat-sesingkatnya kita harus mencapai ketahanan pangan.

Panglima tertinggi menandaskan bahwa Indonesia harus mencapai swasembada pangan dalam kurun waktu yang sesingkat-singkatnya (berarti 5 tahun harus tercapai). Ini juga sebagai antisipasi bila terjadi krisis pangan global, dimana negara produsen enggan menjual produknya ke negara lain (restriction). Nampaknya beliau menekankan kepada seluruh pembantunya, terutama Menteri Pertanian dan seluruh jajarannya, termasuk juga para gubernur, bupati/wali kota, camat, bahkan sampai kepala desa agar bekerja keras, bahu-membahu, berupaya sekuat tenaga mencapai swasembada pangan sebelum Oktober tahun 2029.

Presiden nampaknya prihatin atas produksi beras nasional yang akhir-akhir ini turun akibat badai El Nino yang levelnya lemah-sedang tapi durasinya panjang (Februari 2023-Maret 2024). Menurut BPS produksi beras nasional tahun 2021 31,36 juta, tahun 2022 turun menjadi 31,54 juta, lalu tahun 2023  turun drastis menjadi 31,10 juta ton. Selanjutnya berdasarkan Angka Sementara BPS tanggal 15 Oktober 2024, luas panen padi 2024 10,05 juta ha turun dari tahun sebelumnya 10,21 juta ha atau turun sekitar 1,64 persen. Bila produktivitas rata-rata nasional 5,29 t/ha, maka produksi padi tahun 2023 sekitar 53,98 juta ton GKG dan tahun 2024 52,66 juta ton GKG. Selanjutnya bila angka sementara relatif tidak berubah dan rendemen beras 57,7 persen, maka prediksi produksi beras tahun 2024 30,38 juta ton.

Akibat penurunan produksi, Indonesia terpaksa harus impor beras dari negara Thailand, Vietnam, Kamboja, dan India. Data BPS menunjukkan bahwa impor beras kita dari tahun 2022-2024 meningkat. Impor tahun 2022 hanya 65 ribu ton, naik signifikan tahun 2023 menjadi 2,72 ton, dan naik lagi tahun 2024 (Januari-Agustus) 2,73 ton. Sementara itu menurut beberapa media massa, Vietnam dan India melakukan restriction. Jadi meskipun kita punya uang belum tentu kita mendapatkan beras di pasar internasional. Makanya tepat sekali apa yang disampaikan presiden bahwa kita wajib swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya agar terhindar dari krisis pangan global dan aksi restriction dari produsen.

Sesungguhnya Indonesia pernah mencapai swasembada beras jaman Presiden Soeharto tahun 1984 dan Presiden Jokowi tahun 2017, 2019, 2020, dan 2021. Jadi bila Presiden Prabowo Subianto kini mencanangkan swasembada pangan lagi, itu bukan suatu hal yang mustahil meskipun ini tidak mudah dan harus diperjuangkan secara habis-habisan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (AAS) yang diangkat lagi pada bulan Oktober 2023 dan kini sudah dilantik oleh presiden baru kembali untuk jabatan yang sama periode 2024-2029, telah mulai mengeluarkan berbagai jurus jitu untuk meraih kembali swasembada pangan.

Soeharto sukses menjungkir balikan fakta, Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia menjadi swasembada tahun 1984. Beliau menggerakan program bimbingan massal (BIMAS) dan Intensifikasi massal (INMAS) sejak tahun 1969 dengan eksekutor petani, penyuluh dan babinsa dan amunisinya Panca (lima) Usaha Tani, yaitu: pemupukan, varietas unggul baru, pengolahan tanah, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Saat ini Kabinet Merah Putih, AAS dan seluruh jajarannya bertekad meraih kembali swasembada pangan dengan Panca Usaha Tani plus pertanian modern dan petani milenial (umur 19-40 tahun) sebagai eksekutor utama di lapangan.

Beberapa jurus AAS dalam pencapaian swasembada pangan, antara lain adalah: (1) Perluasan areal tanam melalui pompanisasi, optimasi lahan rawa, tumpang sisip padi gogo, cetak sawah baru, dan (2) Pertanian modern. Kegiatan ini sesungguhnya telah dimulai sejak akhir tahun 2023, sesaat setelah pelantikan AAS sebagai mentan. Saat ini nampaknya program tersebut akan terus dilanjutkan dengan akselerasi yang lebih cepat dan akurat.

Perluasan areal tanam. Pompanisasi ini ditujukan untuk antisipasi El Nino, yaitu memanfaatkan air alternatif selain air hujan, atau air permukaan, utamanya air sungai yang debitnya masih tinggi dipompa dan dialirkan ke sawah tadah hujan dan lahan rawa yang indeks pertanamannya masih IP100. Target pompanisasi adalah peningkatan IP dan produktivitas padi sehingga secara agregat terjadi peningkatan produksi padi. Agar program ini efektif, pompanisasi ini dilengkapi dengan program perpipaan dan bantuan alsintan lainnya serta benih padi dan pendampingan. Pompa yang telah dimanfaatkan bulan April-Agustus telah memberikan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan Angka Sementara BPS tanggal 15 Oktober 2024, tampak bahwa prediksi luas panen padi di bulan Agustus-Desember 2024 meningkat dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya.

Optimasi lahan rawa yang tersebar di 12 provinsi berupa kegiatan perbaikan prasarana air, sehingga IP dapat ditingkatkan dari IP100 menjadi IP200. Tumpang sisip padi gogo adalah menanam padi gogo di sela-sela tanaman perkebunan utamanya sawit yang belum menghasilkan. Potensi tumpang sisip padi gogo ini sangat besar karena lahan perkebunan sangat luas dan ada varietas padi gogo tahan naungan.  Untuk meningkatkan produksi padi di tengah-tengah derasnya alih fungsi lahan, degradasi lahan, produktivitas stagnan, serangan OPT yang mengganas, dan adanya perubahan iklim maka pencetakan sawah baru adalah suatu keniscayaan. Dengan pertimbangan itu, maka Kementan bertekad untuk membuka lahan sawah baru selama 4 tahun ini, terutama di provinsi Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.

 

Pertanian Modern

Pertanian modern adalah sistem pertanian yang memanfaatkan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas, IP, kualitas, dan efisiensi faktor produksi. Ciri pertanian modern, antara lain: pemanfaatan alsintan, produk bioscience, dan internet of thing (IoT). Dulu eksekutor lapangan mengandalkan petani, penyuluh, dan babinsa, saat ini selain mengandalkan mereka, juga ada petani milenial. Petani milenial itu utamanya fresh graduate dari kampus Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan), Politeknik Enjinering Pertanian Indonesia (PEPI), fakultas/jurusan lingkup pertanian dan Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Pertanian (SMK PP). Pertanian modern yang dilaksanakan di lokasi optimasi lahan rawa membentuk brigade pangan yang terdiri dari 15 orang petani milenial dan menggarap sekitar 200 ha. Sedangkan di lokasi eksisting, Kementan membangun korporasi petani 10 ribu ha dengan target sekitar 2 juta ha di 10 provinsi. Dengan pertanian modern dan petani milenial maka diyakini bahwa produksi pertanian meningkat signifikan. Dengan demikian maka kita harus bisa swasembada pangan lagi dan pasti bisa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement