Jumat 08 Nov 2024 09:56 WIB

Hotel dan Kafe Wajib Olah Sampah Sendiri, Sejumlah Aspek Ini Perlu Diperhatikan Pemerintah

Industri horeka dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Dua petugas memuat limbah yang telah diproses mesin Refuse Derived Fuel (RDF) ke dalam truk di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Ahad (27/10/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Nugroho
Dua petugas memuat limbah yang telah diproses mesin Refuse Derived Fuel (RDF) ke dalam truk di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Ahad (27/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan sedang mengembangkan regulasi agar tempat pembuangan akhir (TPA) tidak lagi menerima sampah dari hotel, restoran dan kafe (Horeka). Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan pemerintah dalam membuat regulasi tersebut.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia atau Indonesian Environmental Scientist Association (IESA) Lina Trimugi Astuti mengatakan, kebijakan tersebut sebenarnya sudah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Ia mengatakan hotel, restoran, dan kafe termasuk kawasan komersial. Lina mengatakan mengelola sampah perlu dilakukan dengan melakukan pemilahan.

Baca Juga

Apabila Horeka tidak dapat mengolah sendiri, katanya, mereka dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Lina menambahkan prinsip dari mengelola sampah sendiri adalah tidak membuang sampah tersebut ke TPA dan yang terpenting adalah memilah,.

"Saya sebagai pemerhati, akademisi dan juga pendamping pengelolaan sampah, tentunya mengharapkan adanya turunan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 ini dalam bentuk aturan menteri," kata Lina kepada Republika, Kamis (7/11/2024).  

Dalam membuat regulasi baru itu, Kementerian Lingkungan Hidup harus tetap memegang prinsip keberlanjutan, dapat dilaksanakan dan dengan biaya yang tepat serta menciptakan sistem yang tepat dengan memperhatikan aspek geografis, budaya, sosial, ekonomi secara komprehensif.  "Harus terlihat hak dan kewajiban masing-masing pihak," katanya.

Jika regulasi yang baru tidak seimbang, maka hanya akan menimbulkan masalah baru. "Karena sebenarnya pengelolaan sampah itu mudah, asalkan pemerintah menyadari akar permasalahannya. Menurut saya Kementerian Lingkungan Hidup belum memahami dan menyadari akar permasalahannya," katanya.

Sejumlah industri ritel dan produk kemasan plastik memiliki program pengelolaan limbah plastik sendiri. Kini industri pariwisata juga diminta mengelola sampahnya sendiri.

Lina mengatakan sudah ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 tahun 2019 yang mengatur peta jalan pengurangan sampah oleh produsen. Namun menurutnya pelaksanaannya masih terlalu rigid. Lina mengatakan pemerintah tidak berpikir sederhana dan efektif. "Sehingga Peraturan Menteri 75 memberi solusi dengan menimbulkan masalah baru," katanya.

Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian LH Novrizal Tahar mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) menggodok regulasi terkait tempat pemrosesan akhir (TPA) tidak lagi menampung sampah yang salah satunya berasal dari perhotelan, restoran, dan kafe.

Ia menjelaskan regulasi itu rencananya dapat berbentuk peraturan menteri atau surat edaran. Nantinya, peraturan itu dapat memperkuat regulasi yang ditetapkan di daerah terkait pengelolaan sampah di hulu di antaranya yang bersumber dari perhotelan, restoran dan kafe. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement