REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Indonesia, negara dengan lebih dari 17 ribu pulau menghadapi tantangan iklim yang unik. Tantangan iklim tersebut mulai dari kenaikan permukaan laut, hingga pola cuaca yang semakin sulit diprediksi.
Meski rentan, Indonesia berkomitmen untuk mencapai target ambisius dalam kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC). Itu termasuk menuju masa depan yang rendah karbon dan tangguh terhadap iklim.
"Kita tidak hanya melindungi rakyat Indonesia, tetapi berkontribusi secara makna pada upaya global," kata Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangan resmi saat berbicara pada Conference of the Parties (COP) 29 di Baku, Azerbaijan, dikutip pada Rabu (13/11/2024).
"Upaya kita meliputi penguatan energi terbarukan (EBT), sektor AFOLU (Agriculture Forest and Other Land Use), serta aksi iklim inklusif multi-pemangku kepentingan," ujar Hanif.
Sebagai bagian dari upaya diplomasi iklim, para stakeholder terkait mengadakan diskusi di Paviliun Indonesia pada COP29 ini. Diskusi tentang pembiayaan iklim, solusi berbasis alam, dan energi terbarukan. Lewat serangkaian kegiatan di paviliun ini, menggambarkan pentingnya keterlibatan banyak pihak dalam menghadapi perubahan iklim, termasuk masyarakat lokal, kelompok adat, sektor swasta, dan akademisi.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Hanif menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Utusan Khusus Hashim Djojohadikusumo atas kepemimpinannya pada misi Indonesia di COP 29. Menteri Hanif juga menyampaikan apresiasi kepada tim Paviliun Indonesia, yang telah bekerja keras mewujudkan visi ini, serta kepada semua pihak yang berkontribusi dalam membangun paviliun ini.
"Kita diingatkan bahwa krisis iklim adalah tantangan bersama, melampaui batas negara dan politik. Semoga Paviliun Indonesia dapat memperkuat komitmen global menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan,” ujarnya.
Selain diskusi mencari langkah solutif, pada COP 29, juga tercapai sejumlah kesepakatan. Salah satunya Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang mencapai kesepakatan untuk memulai penerapan Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk pelaksanaan kerjasama perdagangan karbon bilateral antara kedua negara. Hal ini disampaikan di Pavilion Indonesia pada Selasa (12/11/2024). Kesepakatan MRA ini menjadi model kerja sama bilateral antar negara pertama di dunia dalam kerangka Perjanjian Paris, khususnya Pasal 6.2.
"Pemerintah Indonesia siap menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani. Saya mewakili Presiden Prabowo menyampaikan komitmen beliau untuk melanjutkan semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya,” ujar utusan khusus Presiden Indonesia untuk COP 29 UNFCCC, Hashim S. Djojohadikusumo.
Hal tersebut disambut baik oleh Vice Minister for Global Environment Affairs, Ministry of Environment Japan, Mr. Matsuzawa. Melalui MRA, Pemerintah Indonesia dan Jepang dapat mengambangkan kolaborasi dan kerja sama menuju net zero emission diantara kedua negara.
"Melalui MRA ini, kami ingin memformulasikan dan mengembangkan proyek konkret untuk pengurangan emisi di Indonesia, dan berdasarkan pengalaman tersebut, kedua negara juga bisa berkontribusi untuk pengurangan emisi global,” katanya.