Rabu 20 Nov 2024 14:54 WIB

Ketergantungan Indonesia Terhadap Batu Bara Masih Tinggi

Banyak potensi energi terbarukan berada di luar Pulau Jawa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
PLTU Suralaya
Foto: PLN
PLTU Suralaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan ketergantungan Indonesia pada batu bara dalam bauran energi nasional masih sangat tinggi.

Ia mengatakan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 menunjukkan batu bara diharapkan menyumbang sekitar 65 persen dari total pasokan energi listrik. Sementara gas itu 17,72 persen dan energi baru terbarukan lainnya sekitar 25 persen, gas sekitar 1 persen, air 6 persen dan panas bumi bisa memberikan kontribusi sekitar 5,3 persen. 

Baca Juga

"Tetapi dari realisasi ya ternyata ketergantungan kita terhadap energi batubara ini masih relatif tinggi dibandingkan dengan target sekitar 67 persen,” ungkap Yuliot  di acara Electricity iConnect 2024 yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di sektor ketenagalistrikan, Rabu (20/11/2024).

Ia menambahkan situasi ini menjadi tantangan besar dalam upaya Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target nol emisi pada 2060. Yuliot menggarisbawahi pentingnya transisi energi menuju sumber yang lebih berkelanjutan.

Dalam paparannya, ia mengungkapkan potensi energi terbarukan di Indonesia masih belum termanfaatkan secara maksimal. Untuk tenaga surya, misalnya, dari total potensi 3.294 gigawatt, baru 675 megawatt yang dimanfaatkan.

Untuk hidro, dari potensi 95 gigawatt, pemanfaatan hanya 6,6 gigawatt. Sementara itu, bioenergi yang memiliki potensi 57 gigawatt baru termanfaatkan sebesar 3,4 gigawatt.

“Kesempatan untuk mengembangkan energi baru terbarukan sangat besar, namun tantangan teknologi, investasi, dan distribusi masih perlu diatasi,” ujar Yuliot.

Ia juga menekankan banyak potensi energi terbarukan berada di luar Pulau Jawa, sementara kebutuhan energi masih terpusat di Jawa. Untuk mendukung distribusi energi, pemerintah merencanakan pembangunan transmisi sepanjang lebih dari 50.000 kilometer sirkuit dalam 10 tahun ke depan.

Proyek ini, termasuk transmisi ketegangan ekstra tinggi sepanjang 10.000 kilometer sirkuit, membutuhkan investasi sekitar Rp400 triliun. “Kolaborasi dengan BUMN, perusahaan dalam negeri, negara-negara ASEAN, dan perusahaan multinasional sangat diperlukan untuk merealisasikan proyek ini,” tambahnya.

Dalam 10 tahun mendatang, pemerintah juga menargetkan pembangunan tambahan pembangkit listrik sebesar 68 gigawatt, dengan 47 gigawatt berasal dari energi baru terbarukan. Total investasi untuk pembangkit listrik ini diperkirakan mencapai Rp800 triliun.

Sebagai contoh sukses, Yuliot menyebut PLTS Terapung Cirata di Jawa Barat. Proyek ini menghasilkan energi hijau sebesar 200 juta kilowatt jam per tahun, mengurangi emisi karbon dioksida hingga 214 ribu ton per tahun, dan menciptakan 1.400 lapangan kerja.

“Proyek ini dapat menjadi model bagi pengembangan energi baru terbarukan di wilayah lain,” ujarnya.

Untuk mendukung dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan, Yuliot menjelaskan beberapa inisiatif yang telah dijalankan, seperti program co-firing PLTU dengan biomassa, konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas, serta pengembangan gasifikasi batu bara. Ia menegaskan bahwa program-program ini adalah langkah penting dalam mengurangi dampak lingkungan dari sektor energi.

Yuliot juga menyoroti bahwa pencapaian target nol emisi memerlukan langkah-langkah yang terintegrasi, termasuk pengembangan teknologi dan peningkatan investasi. “Transisi energi tidak hanya soal pengurangan emisi, tetapi juga bagaimana menciptakan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menghadapi tantangan ini. “Electricity iConnect 2024 menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen bersama dalam mewujudkan ketahanan energi nasional yang berkelanjutan,” kata Yuliot.

Dengan berbagai rencana ambisius tersebut, Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada batu bara dan memanfaatkan potensi energi baru terbarukan secara maksimal. Meski jalan menuju transisi energi masih panjang, pemerintah optimistis langkah-langkah strategis yang diambil saat ini akan membawa dampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di masa depan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement