Oleh: Wulan Sari A.S, Ketua KOPRI PB PMII
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam peringatan Hari Anak Sedunia yang diperingati setiap 20 November, kita dihadapkan pada realitas yang menyakitkan tentang ketidakadilan yang masih dialami oleh perempuan dan anak-anak, terutama dalam konteks ruang publik dan organisasi. Salah satu aspek yang sering terabaikan adalah pentingnya menciptakan ruang aman yang inklusif dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak di tempat-tempat seperti sekretariat organisasi, kampus, kantor pemerintahan, serta perusahaan swasta.
Dalam perspektif ini, KOPRI (Koorp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri) memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi penggerak utama dalam mendorong terciptanya ruang aman di seluruh sektor ini. Sebagai ketua, saya menegaskan, "Ruang aman bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap institusi. Ini adalah hak dasar yang harus diperoleh setiap perempuan dan anak tanpa pengecualian."
Ruang Aman: Kewajiban yang Terabaikan
Ruang aman adalah ruang yang memberikan perlindungan fisik dan psikologis bagi individu dari segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan diskriminasi. Bagi perempuan dan anak, ruang aman menjadi kebutuhan yang mendesak, terutama mengingat tingginya angka kekerasan berbasis gender yang terjadi di ruang publik. Data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat bahwa sepanjang tahun 2023, lebih dari 289.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan, sebagian besar terjadi di ruang-ruang publik yang seharusnya aman, seperti kantor dan kampus. Dalam banyak kasus, kekerasan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga verbal dan psikologis—sesuatu yang lebih sulit dideteksi namun dampaknya sangat besar terhadap kesejahteraan mental korban.
Dalam kesempatan ini, saya mengingatkan, "Jika kita ingin menciptakan masa depan yang lebih baik, maka kita harus mulai dari ruang-ruang yang kita tinggali dan beraktivitas setiap hari. Sekretariat organisasi, kampus, dan kantor adalah tempat di mana kita membangun cita-cita dan mengembangkan potensi. Tanpa ruang yang aman, cita-cita itu hanya akan menjadi mimpi yang mustahil."
Ruang Aman di Sekretariat Organisasi: Langkah Nyata untuk Perempuan dan Anak
Sebagai ketua KOPRI, saya menekankan bahwa sekretariat organisasi harus menjadi contoh nyata dalam hal menciptakan ruang aman, terlebih lagi di organisasi seperti KOPRI yang berkomitmen terhadap pembelaan hak-hak perempuan. Ini bukan hanya soal kebijakan tertulis, tetapi juga soal budaya organisasi yang harus mencerminkan perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Sayangnya, banyak sekretariat organisasi yang masih mengabaikan aspek ini, dan ini adalah masalah serius yang harus segera diperbaiki. Keengganan untuk membuat sekretariat yang ramah perempuan dan anak menunjukkan ketidakpedulian terhadap hak asasi manusia. Di organisasi kami, KOPRI, kami berkomitmen penuh untuk memastikan bahwa sekretariat organisasi kami tidak hanya menjadi tempat berkumpul, tetapi juga menjadi ruang yang aman bagi perempuan dan anak.
Saya menegaskan, "Sekretariat organisasi harus menjadi tempat yang membanggakan, tempat di mana perempuan merasa dihargai, dihormati, dan dilindungi. Tidak ada lagi ruang untuk budaya kekerasan, pelecehan, atau marginalisasi. Kita harus menciptakan lingkungan yang tidak hanya aman secara fisik, tetapi juga secara emosional dan psikologis."
Ruang Aman di Kampus, Pemerintahan, dan Dunia Usaha: Tanggung Jawab Bersama