Oleh : Ismail Suardi Wekke, peneliti CIDES ICMI
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergantian kepemimpinan di tingkat daerah agak segera ujud. Seiring dengan pilkada yang dilaksanakan serentak Rabu, 7 November 2024. Harapan akan perubahan positif dan pembangunan yang lebih baik selalu menyertai momen peralihan ini.
Namun, di balik ekspektasi tinggi tersebut, terdapat pula kekhawatiran mengenai potensi terjadinya stagnasi atau bahkan kemunduran. Artikel ini akan mengulas dinamika kepemimpinan daerah baru dalam konteks visi Indonesia Emas 2045, serta tantangan dan peluang yang dihadapinya.
Visi Indonesia Emas 2045 telah dicanangkan sebagai tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, peran kepala daerah sangat krusial. Mereka menjadi ujung tombak dalam implementasi kebijakan di tingkat lokal, yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Kepala daerah baru dalam tingkatan provinsi, dan kabupaten/kota diharapkan mampu membawa angin segar, inovasi, dan semangat baru dalam pembangunan daerahnya.
Salah satu harapan terbesar dari masyarakat adalah adanya peningkatan kualitas pelayanan publik. Kepala daerah baru diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Selain itu, peningkatan infrastruktur, pengembangan ekonomi lokal, serta penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang berkualitas juga menjadi tuntutan masyarakat.
Namun, tantangan yang dihadapi oleh kepala daerah baru juga tidak sedikit. Mulai dari warisan masalah dari pemerintahan sebelumnya, terbatasnya anggaran, hingga tekanan politik dari berbagai pihak. Selain itu, tuntutan masyarakat yang semakin tinggi juga menjadi tantangan tersendiri.
Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?
Apakah kepala daerah baru mampu membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah atau justru sebaliknya? Jawabannya, kita tahan sejenak. Mari kita lihat kondisi Indonesia kita.
Salah satu tantangan utama adalah warisan masalah dari pemerintahan sebelumnya. Mulai dari permasalahan infrastruktur yang belum terselesaikan, hingga persoalan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran.
Selain itu, keterbatasan anggaran dan tekanan politik juga menjadi kendala yang seringkali dihadapi. Di sisi lain, tuntutan masyarakat yang semakin tinggi akan kualitas pelayanan publik juga menjadi tantangan tersendiri.
Sehingga angka gini rasio semakin membesar. Ini dapat diartikan bahwa, pertumbuhan yang ada tidak serta merta juga wujud pemerataan. Dengan demikian, hanya segelintir orang yang menikmati pertumbuhan. Sementara kemiskinan tetap saja menjadi bagian dari statistik yang tidak dipercakapkan.
Keberhasilan seorang kepala daerah baru sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, visi dan misi yang jelas akan menjadi pedoman dalam menjalankan pemerintahan.
Kedua, kompetensi yang memadai, baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun sosial, sangat diperlukan. Ketiga, integritas yang tinggi akan membangun kepercayaan masyarakat. Keempat, kemampuan berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, DPRD, dan masyarakat, akan memperlancar proses pembangunan. Terakhir, inovasi menjadi kunci untuk menemukan solusi-solusi kreatif dalam menghadapi berbagai permasalahan.
Kembali ke pertanyaan besarnya adalah, apakah kepala daerah baru mampu membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah atau justru sebaliknya? Jawabannya tergantung pada berbagai faktor, termasuk komitmen kepala daerah, dukungan masyarakat, serta kondisi objektif daerah masing-masing.
Jika kepala daerah baru mampu menjalankan tugasnya dengan baik, maka Indonesia akan semakin dekat dengan visi Indonesia Emas 2045. Sebaliknya, jika tidak ada perubahan yang signifikan, maka Indonesia berpotensi terjebak dalam kemacetan pembangunan dan pada akhirnya hanyalah kecemasan yang meliputi kehidupan kita.
Penutup
Pergantian kepemimpinan di tingkat daerah merupakan momentum penting bagi pembangunan daerah. Kepala daerah baru memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kerja keras dan komitmen dari berbagai pihak. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengawal kinerja pemerintah daerah.
Satu hal lagi, keberadaan teknologi informasi jangan sampai menjadi instrumen bencana sosial. Dimana kontrol, dan juga regulasi diperlukan untuk menjadikan kecemasan terkonversi menjadi keemasan.
Kita sudah menyaksikan bagaimana daya rusaknya judi online. Ini tentu saja, bukan tugas utama kepala daerah, tetapi dengan turut bekerjanya kepala daerah baru, akan menjadikan ruang-ruang kolaborasi semakin terbuka luas.