Jumat 06 Dec 2024 15:51 WIB

Urgensi Pembiayaan Syariah di Tengah Turbulensi Ekonomi Global

Pembiayaan syariah muncul sebagai solusi strategis.

Pengunjung melakukan regristrasi pada hari terakhir gelaran Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024 di Jakarta Convention Center, Ahad (3/11/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung melakukan regristrasi pada hari terakhir gelaran Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024 di Jakarta Convention Center, Ahad (3/11/2024).

Oleh : Jaharuddin, Pengamat Ekonomi Syariah/Dosen FEB UMJ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi global saat ini tengah menghadapi badai tantangan yang menekan berbagai sektor, termasuk wirausahawan yang menjadi salah satu pilar utama keberlanjutan ekonomi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang melambat ke angka 3,2 persen pada 2024 dan 2025, ditambah tekanan inflasi yang masih tinggi di sejumlah kawasan, menjadi ancaman serius. 

Situasi ini diperburuk oleh ketegangan geopolitik seperti konflik di Timur Tengah, ketidakpastian harga energi, serta volatilitas pangan. Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2024 hanya mencatatkan angka 4,95 persen secara tahunan (year on year), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini kian mengkhawatirkan dengan penurunan daya beli kelas menengah yang turun drastis dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Data ini menggambarkan rapuhnya daya tahan ekonomi dalam menghadapi tekanan global.

Di tengah tantangan tersebut, pembiayaan syariah muncul sebagai solusi strategis yang menawarkan pendekatan berbeda. Berlandaskan nilai keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial, sistem ini tidak hanya berperan sebagai alternatif pembiayaan, tetapi juga menjadi instrumen penggerak pertumbuhan ekonomi berkeadilan. Sebagai bagian dari sistem keuangan inklusif, pembiayaan syariah relevan untuk menjawab kebutuhan wirausahawan, khususnya dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini.

 

Mengurai Masalah Ekonomi dan Relevansi Pembiayaan Syariah

Pertama, ketergantungan Indonesia pada barang impor terus meningkat, dengan pertumbuhan impor mencapai 11,47 persen pada triwulan III 2024, jauh melampaui pertumbuhan ekspor sebesar 5,15 persen. Ketidakseimbangan ini membuat ekonomi semakin rentan terhadap gejolak global. Di sinilah pembiayaan syariah berperan strategis melalui pendanaan sektor produktif seperti agribisnis dan industri pengolahan. Beberapa skema seperti Murabahah untuk pembelian alat produksi lokal dan Istishna untuk mendukung proyek manufaktur dapat menjadi solusi untuk memperkuat kapasitas produksi domestik sekaligus menekan ketergantungan pada impor.

Kedua, kelas menengah, yang merupakan motor penggerak konsumsi domestik, kini menghadapi tekanan berat akibat kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), inflasi yang berkepanjangan, serta pengurangan subsidi energi. Penurunan daya beli kelas ini menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi nasional. Dalam konteks ini, pembiayaan berbasis syariah seperti Qard Hasan (pinjaman kebajikan) dapat memberikan solusi untuk memenuhi kebutuhan mendesak tanpa membebani mereka dengan bagi hasil yang tinggi.

Ketiga, UMKM, yang berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, masih kesulitan mengakses pembiayaan formal. Pembiayaan syariah menawarkan pendekatan inklusif melalui skema seperti Mudharabah (bagi hasil) dan Musyarakah (kemitraan), yang memungkinkan UMKM untuk berbagi risiko dengan lembaga keuangan. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas yang tidak hanya membantu pelaku UMKM bertahan, tetapi juga mendorong keberlanjutan usaha mereka.

Keempat, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar di sektor halal. Berdasarkan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2023/2024, Indonesia berada di peringkat ke-3 secara global dengan kontribusi signifikan dari sektor makanan halal, fesyen muslim, dan farmasi halal. Konsumen Muslim dunia bahkan menghabiskan USD 1,4 triliun untuk makanan halal pada 2022, dengan proyeksi pertumbuhan hingga USD 1,89 triliun pada 2027. Pembiayaan syariah dapat memperkuat sektor ini melalui skema seperti Murabahah untuk pengadaan fasilitas produksi dan Sukuk Hijau untuk pembangunan infrastruktur halal yang berkelanjutan.

 

Menyikapi Tantangan Internal Pembiayaan Syariah

Meskipun menjanjikan, pembiayaan syariah juga dihadapkan pada sejumlah tantangan internal yang harus diatasi agar dapat berperan optimal. Pertama, kesadaran masyarakat terhadap prinsip dan manfaat pembiayaan syariah masih rendah. Langkah edukasi melalui kolaborasi dengan institusi pendidikan, seminar, hingga pemanfaatan media sosial harus menjadi prioritas untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.

Kedua, proses pengajuan pembiayaan syariah sering dianggap lebih rumit dibandingkan pembiayaan konvensional. Digitalisasi layanan, seperti aplikasi berbasis syariah, dapat menyederhanakan prosedur sekaligus memperluas akses bagi masyarakat.

Ketiga, banyak produk pembiayaan syariah belum sepenuhnya relevan untuk memenuhi kebutuhan bisnis modern, seperti startup berbasis teknologi. Diversifikasi produk berbasis teknologi, seperti pembiayaan digital dan sukuk hijau, menjadi solusi untuk menjawab kebutuhan tersebut.

Keempat, skema bagi hasil seperti Mudharabah memiliki risiko non-performing financing (NPF) yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan berbasis agunan. Untuk mengatasi hal ini, pendampingan usaha secara berkala serta pemanfaatan teknologi analitik perlu diterapkan guna memitigasi risiko.

 

Mengapa Pembiayaan Syariah Relevan di Era Turbulensi Ekonomi?

Pembiayaan syariah tidak hanya menawarkan alternatif modal, tetapi juga memberikan solusi yang berbasis nilai. Sistem ini relevan karena didasarkan pada prinsip keadilan, seperti skema tanpa bunga yang memberikan ketenangan hati bagi wirausahawan Muslim sekaligus mengurangi beban keuangan mereka. Pembiayaan syariah juga membuka akses bagi kelompok yang sulit mendapatkan pembiayaan konvensional, seperti UMKM dan kelas menengah. Selain itu, pembiayaan syariah menjadi pendorong pertumbuhan industri halal yang terus berkembang, baik secara nasional maupun global. Dengan beragam skema seperti Murabahah, Mudharabah, dan Ijarah, pelaku usaha dapat memilih instrumen pembiayaan sesuai kebutuhan spesifik mereka. Lebih dari itu, pendekatan syariah yang berbasis tanggung jawab sosial mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Di tengah tekanan ekonomi global, pembiayaan syariah memiliki peran strategis sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan inklusif. Dengan pengelolaan yang tepat, sistem ini mampu menjadi pilar utama dalam mendukung keberlanjutan UMKM, mengurangi tekanan pada kelas menengah, serta memanfaatkan potensi besar sektor halal. Saatnya pembiayaan syariah dioptimalkan sebagai solusi nyata untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional sekaligus membangun fondasi ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement