REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Komisi Eropa tidak mempertimbangkan mengubah kebijakan untuk memangkas emisi karbon dioksida dari mobil. Mereka akan tetap pada rencananya meski terdapat tekanan dari kelompok politik terbesar di Parlemen Eropa yang ingin memperlemah kebijakan tersebut.
Pada pekan ini, Partai Rakyat Eropa (EPP) meluncurkan kampanye untuk memperlemah peraturan iklim Eropa, sebagai tekanan tambahan dari perusahaan mobil dan pemerintah negara anggota terhadap kebijakan perubahan iklim Uni Eropa.
Saat ditanya mengenai hal tersebut, Komisioner Iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra mengatakan sampai saat ini tidak mempertimbangkan mengubah peraturan karbon dioksida. "Tidak jawabannya, tidak," katanya di sela kegiatan industri di Brussels, Kamis (12/12/2024).
Seperti sebagian pejabat Uni Eropa lainnya termasuk Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Hoekstra juga bagian dari kelompok politik EPP.
Sebelumnya dilaporkan dalam rancangan dokumen posisinya di Parlemen pada Rabu (11/12/2024), EPP mengatakan rencana Uni Eropa melarang penjualan mobil combustion engine atau mesin pembakaran "harus dibatalkan" agar mobil-mobil yang menggunakan bahan bakar bio seperti bioetanol, biodiesel dan biogas dapat terus dijual setelah tahun 2035.
EPP juga mendesak undang-undang yang menetapkan kebijakan tersebut diubah untuk mendukung mobil hibrida, yang menggunakan baterai listrik dan mesin pembakaran. Mereka meminta Uni Eropa meninjau kembali kebijakan tahun 2035 pada tahun depan.
Sektor otomotif Eropa sedang dalam gejolak. Ribuan orang diperkirakan akan kehilangan pekerjaan. Masalah ini dipicu persaingan dari produsen mobil Cina dan rendahnya permintaan mobil listrik dibanding prakiraan sebelumnya.
Mulai 2025, rata-rata emisi CO2 untuk mobil baru yang dijual di Uni Eropa akan diturunkan dari 116 gram per kilometer menjadi 95 gram per kilometer. Jika produsen mobil tidak dapat memenuhi target emisi ini, mereka akan dikenakan denda sebesar 95 euro untuk setiap gram CO2 yang melebihi batas, dikalikan dengan jumlah kendaraan yang terjual.
Presiden Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) Luca de Meo mengatakan kebijakan ini dapat membuat industri otomotif Eropa didenda hingga 15 miliar euro. CEO Renault itu mengatakan denda akan mengalihkan uang investasi.
"Serangkaian peraturan tersebut tidak menyediakan kondisi yang dibutuhkan pasar, infrastruktur pengisian baterai, skema insentif yang stabil, penetapan harga energi dan lain-lain," katanya.
De Meo mengatakan peraturan batas CO2 2025 merupakan masalah yang mendesak. Sementara masih ada 10 tahun untuk mencari solusi kebijakan mobil mesin pembakaran yang berlaku tahun 2035. EPP mendesak peraturan pembatasan CO2 2025 ditunda hingga 2027 atau diperlunak agar produsen mobil Eropa dapat memenuhinya.