REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Target pengurangan emisi baru yang diumumkan oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden menuai skeptisisme dari para ahli iklim. Mereka menilai target ini masih belum cukup untuk mencegah kenaikan suhu global melebihi 1,5 derajat Celsius dibandingkan era pra-industri. Meski begitu, Washington menyebut target ini "dekat dengan batas atas yang realistis."
Penasihat iklim Gedung Putih, John Podesta, mengumumkan komitmen untuk mengurangi emisi hingga 61-66 persen pada tahun 2035 dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 2005. Namun, pengumuman ini memicu keraguan, terutama karena kemungkinan kembalinya Presiden terpilih Donald Trump yang pernah menempatkan isu iklim di prioritas rendah pada masa jabatan sebelumnya.
Dalam konferensi pers yang mengumumkan target baru, yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Podesta mengatakan bahwa meskipun ada kemungkinan Trump kembali menjabat dan mengesampingkan aksi iklim, upaya untuk mencapai target ini tetap akan dilanjutkan.
"Kami mengandalkan para gubernur, walikota, pemimpin bisnis, dan berbagai pihak lainnya untuk melanjutkan pekerjaan penting ini. Dunia akan melihat kepada mereka untuk membuktikan bahwa banyak orang Amerika masih peduli pada masa depan planet dan komunitas kita," ujar Podesta, Kamis (19/12/2024).
Trump, yang akan dilantik pada Januari mendatang, sebelumnya menyebut perubahan iklim sebagai "tipu daya." Pada masa jabatan pertamanya, ia menarik AS keluar dari Perjanjian Paris. Diperkirakan, kebijakan serupa akan terjadi pada periode kedua pemerintahannya.
"Meskipun pemerintahan Trump mungkin tidak akan mendukung rencana ini, target ini tetap menjadi panduan yang jelas untuk apa yang seharusnya dicapai AS. Hal ini bisa membantu memprioritaskan langkah pemerintah federal setelah Trump meninggalkan jabatan pada 2029," kata Direktur Pelaksana World Resources Institute AS, Debbie Weyl.
Direktur Kebijakan dan Ekonom Utama dari Union of Concerned Scientists, Rachel Cleetus, menegaskan bahwa AS, sebagai penghasil emisi terbesar secara historis, memiliki tanggung jawab besar untuk memperkuat komitmen ini di masa depan.
"Ilmu pengetahuan jelas menunjukkan bahwa untuk membatasi dampak perubahan iklim yang mematikan dan mahal, semua negara penghasil emisi utama harus segera memperkuat target pengurangan emisi mereka," kata Cleetus.
AS adalah salah satu negara terbaru yang mengajukan target pengurangan emisi untuk 2035. Negara-negara lain memiliki waktu hingga Februari 2025 untuk mengajukan target mereka, tetapi sejauh ini hanya sedikit yang telah melakukannya.
Langkah ini menjadi perhatian dunia, terutama mengingat pentingnya kontribusi AS dalam upaya global untuk memitigasi perubahan iklim.