Sabtu 21 Dec 2024 12:05 WIB

PBB Sebut Krisis Iklim dan Alam tak Bisa Diatasi Terpisah

Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan perburuk krisis iklim dan alam

Rep: Lintar Satria/ Red: Intan Pratiwi
Sejumlah warga membawa wadah berisi air bersih yang didistribusikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Situbondo di Desa Selomukti, Mlandingan, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (4/9/2024). BPBD Situbondo mendistribusikan air bersih ke delapan desa yang tersebar di enam kecamatan terdampak kekeringan dan kesulitan air bersih.
Foto: ANTARA FOTO/Seno
Sejumlah warga membawa wadah berisi air bersih yang didistribusikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Situbondo di Desa Selomukti, Mlandingan, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (4/9/2024). BPBD Situbondo mendistribusikan air bersih ke delapan desa yang tersebar di enam kecamatan terdampak kekeringan dan kesulitan air bersih.

REPUBLIKA.CO.ID, BONN -- Platform Layanan Antar-Pemerintah untuk Kebijakan Berbasis Sains bidang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES) memperingatkan bahwa krisis iklim dan alam saling terkait erat dan tidak bisa diatasi secara terpisah. Dalam laporan terbarunya, IPBES menyoroti konsumsi berlebihan, pertanian yang tidak berkelanjutan, dan eksploitasi sumber daya alam sebagai faktor utama yang memperburuk krisis ganda ini.

Laporan yang melibatkan hampir 150 negara dan memakan waktu tiga tahun untuk disusun ini menegaskan bahwa solusi yang fokus pada satu krisis sambil mengabaikan yang lain justru dapat memperburuk keadaan. “Terdapat ancaman nyata jika kita menyelesaikan satu krisis dengan cara yang justru memperparah krisis lainnya,” ujar penulis utama laporan, Paula Horrison, seperti dikutip dari Terra Daily, Sabtu (21/12/2024).

Salah satu temuan paling mencolok dalam laporan ini adalah ancaman kepunahan yang dihadapi ekosistem terumbu karang. Pemanasan laut yang cepat, penangkapan ikan berlebihan, dan polusi laut diperkirakan akan menyebabkan kepunahan global terumbu karang dalam 10 hingga 50 tahun ke depan.

“Terumbu karang merupakan ekosistem yang paling rentan. Kepunahannya akan berdampak langsung pada sekitar satu miliar orang yang bergantung pada terumbu karang untuk sumber pangan, pendapatan pariwisata, dan perlindungan dari bencana alam,” ungkap laporan IPBES.

IPBES juga memperkirakan bahwa aktivitas seperti penggunaan bahan bakar fosil, pertanian tak berkelanjutan, dan penangkapan ikan berlebihan dapat menyebabkan kerugian ekonomi global hingga 25 triliun dolar AS per tahun. Angka ini setara dengan seperempat Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

“Kita sering kali mengabaikan dampak jangka panjang dari eksploitasi berlebihan sumber daya alam,” kata ekonom James Vause, salah satu kontributor laporan.

Ironisnya, meskipun alam mendukung lebih dari separuh ekonomi global, pemerintah dunia justru mengalokasikan dana yang jauh lebih besar untuk proyek yang merusak lingkungan daripada untuk upaya konservasi. Vause menyebutkan bahwa sekitar 200 miliar dolar AS dihabiskan untuk konservasi keanekaragaman hayati setiap tahun, namun 7 triliun dolar AS – atau 35 kali lipat – dialokasikan untuk subsidi dan insentif yang merusak lingkungan.

Laporan ini menegaskan bahwa krisis alam dan iklim harus diatasi secara terpadu dengan kebijakan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan, transisi energi bersih, serta pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab menjadi kunci untuk mengatasi krisis ganda ini.

“Pertanian yang tidak berkelanjutan menyumbang besar terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, emisi gas rumah kaca, serta polusi udara, air, dan tanah,” tutup laporan IPBES.

IPBES mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk segera mengubah paradigma pembangunan ekonomi yang selama ini mengorbankan alam demi pertumbuhan jangka pendek. Dengan langkah konkret dan komitmen global, harapan untuk membalikkan krisis iklim dan keanekaragaman hayati masih dapat diwujudkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement