Selasa 31 Dec 2024 10:39 WIB

Cuaca Kering Ancam Produksi Kakao di Pantai Gading

Cuaca kering dapat merusak kualitas biji kakao dan berpotensi menekan pasokan

Warga Somalia berdiri di dekat bangkai ternaknya yang mati akibat kekeringan parah di dekat Dollow, Wilayah Gedo, Somalia, 26 Mei 2022.
Foto: REUTERS/Feisal Omar
Warga Somalia berdiri di dekat bangkai ternaknya yang mati akibat kekeringan parah di dekat Dollow, Wilayah Gedo, Somalia, 26 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN -- Wilayah penghasil kakao utama di Pantai Gading mengalami kekeringan parah sejak pekan lalu. Para petani memperingatkan bahwa cuaca kering dapat merusak kualitas biji kakao dan berpotensi menekan pasokan pada Februari mendatang.

Pantai Gading, sebagai produsen kakao terbesar di dunia, tengah memasuki musim kering yang berlangsung dari pertengahan November hingga Maret. Selama periode ini, curah hujan sangat minim, yang meningkatkan risiko bagi tanaman kakao.

Para petani melaporkan masih ada cukup banyak sisa panen kakao yang dapat dipetik hingga Januari. Namun, mulai Februari, panen utama yang biasanya berlangsung dari Oktober hingga Maret diperkirakan akan mulai menurun.

"Kami belum melihat setetes pun hujan sejak pekan lalu. Ini tidak baik untuk akhir panen utama dan awal panen pertengahan tahun," ujar Faustin Konan, seorang petani dari Daloa, pada Senin (30/12/2024).

Wilayah Daloa di bagian barat-tengah, Bongouanou di bagian tengah, dan Yamoussoukro juga melaporkan tidak adanya hujan dalam sepekan terakhir. Intensitas angin Harmattan yang membawa udara kering dari Sahara mulai menurun, tetapi dampaknya masih terasa.

Angin Harmattan biasanya bertiup antara Desember hingga Maret dan dapat mengeringkan tanah serta merusak buah kakao, menyebabkan ukuran biji menjadi lebih kecil dan kualitas menurun.

Di wilayah barat Soubre, selatan Agboville dan Divo, serta timur Abengourou, kondisi serupa juga terjadi. Para petani berharap hujan dapat turun secara teratur setiap 10 hari pada Januari agar panen Februari dapat diselamatkan.

"Cuacanya sangat panas, jadi kami sangat membutuhkan distribusi hujan yang merata di Januari untuk menjaga produksi pohon kakao," ujar Kouassi Kouame, petani di dekat Soubre. Ia mencatat curah hujan di wilayahnya pekan lalu mencapai 0 milimeter, jauh di bawah rata-rata lima tahun sebesar 5,7 milimeter.

Suhu rata-rata di seluruh Pantai Gading pekan lalu tercatat berkisar antara 26 hingga 28,2 derajat Celcius. Kondisi ini, ditambah dengan minimnya curah hujan, menambah kekhawatiran para petani.

Petani berencana memantau perkembangan tanaman untuk panen April hingga September pada Januari mendatang. Mereka menekankan pentingnya curah hujan yang stabil untuk mendukung pertumbuhan bunga dan memperkuat tanaman sebelum panen pertengahan tahun dimulai.

Jika kondisi cuaca kering ini berlanjut, produksi kakao global bisa terganggu, mengingat Pantai Gading memasok sekitar 40% dari total kakao dunia. Hal ini berpotensi mempengaruhi harga kakao di pasar internasional dan mengganggu rantai pasokan global.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement