Selasa 14 Jan 2025 09:36 WIB

Cuaca Ekstrem Jadi Biang Kerok Kenaikan Harga Cabai

Dampak iklim yang ekstrem ini telah dirasakan di berbagai daerah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Pedagang cabai rawit merah menunggu pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (7/1/2025). Menurut pedagang, harga cabai rawit merah mengalami kenaikan hingga dua kali lipat dari harga semula sekitar Rp42.000 menjadi Rp120.000 per kilogram. Kenaikan cabai rawit tersebut sudah terjadi selama sepekan dan berdampak pada menurunnya jumlah pembeli. Mereka berharap kenaikan harga cabai berangsur turun hingga mencapai harga normal.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pedagang cabai rawit merah menunggu pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (7/1/2025). Menurut pedagang, harga cabai rawit merah mengalami kenaikan hingga dua kali lipat dari harga semula sekitar Rp42.000 menjadi Rp120.000 per kilogram. Kenaikan cabai rawit tersebut sudah terjadi selama sepekan dan berdampak pada menurunnya jumlah pembeli. Mereka berharap kenaikan harga cabai berangsur turun hingga mencapai harga normal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga cabai dalam dua pekan terakhir disebabkan oleh beberapa faktor, terutama cuaca ekstrem. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Andi Muhammad Idil Fitri, mengungkapkan bencana banjir yang melanda beberapa daerah, termasuk Kabupaten Wadjo, Sidrap, Sukabumi, dan Temanggung, mengakibatkan potensi kehilangan cabai mencapai 70-87 persen.

“(Banjir) Ini semua di dataran rendah, dampak banjir ini, potensi kehilangan ini cabai 70-87 persen. Kemudian yang kedua, jumlah curah hujan yang tinggi, menyebabkan wilayah penanaman tergenang,” kata  Muhammad Idil dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025 yang disiarkan melalui saluran Youtube Kementerian Dalam Negeri, Senin (13/12/2025).

Baca Juga

Ia juga menambahkan longsor di Sukabumi dan angin kencang di Semarang turut memperburuk situasi. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti layu, antraknosa, dan patek juga menjadi ancaman serius bagi tanaman cabai, menyebabkan luas areal tanam yang rusak semakin meluas.

Idil menyoroti harga jual cabai rawit yang rendah dalam beberapa waktu terakhir membuat petani enggan merawat tanaman mereka. “Banyak petani juga banyak yang mengganti komoditas yang ditanam, terutama petani baru yang tidak terbiasa menanam cabai rawit,” jelasnya.

Ia menambahkan, dampak iklim yang ekstrem ini telah dirasakan di berbagai daerah, termasuk Banjarnegara, Bandung, Wadjo, dan Cianjur. Dalam rapat tersebut, Muhammad Idil juga menyampaikan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi masalah ini.

“Kami akan melakukan gerakan pangan murah, optimalisasi Sistem Gerakan Hasil (SGH) di 368 unit, optimalisasi mendorong budidaya cabai di greenhouse,” katanya.

Selain itu, ia mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerakan budi daya cabai skala rumah tangga, seperti juga telah disampaikan Kementerian Dalam Negeri. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat menstabilkan harga cabai dan mendukung kesejahteraan petani di tengah tantangan yang dihadapi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement