REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pengamat dan aktivis lingkungan percaya bahwa langkah pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menarik AS dari Perjanjian Paris akan diikuti oleh negara-negara lain. Keputusan AS untuk keluar dari perjanjian iklim ini dipandang sebagai langkah yang melemahkan kewajiban negara tersebut untuk memangkas emisi.
"Ini adalah dekade yang sangat penting untuk tindakan iklim, dan tentu saja hal ini sangat merugikan. Ini bisa memberi sinyal kepada negara lain untuk mengurangi komitmennya dalam mitigasi iklim, serta mengurangi tekanan pada penghasil emisi besar seperti Cina," ujar Laura Schäfer, aktivis dari lembaga non-profit Jerman, Germanwatch, seperti dikutip dari Deutsche Welle, Jumat (24/1/2025).
Schäfer menambahkan bahwa emisi AS memainkan peran penting dalam upaya membatasi suhu bumi agar tidak naik lebih dari 2 derajat Celsius dari masa pra-industri. Para ilmuwan juga mengatakan bahwa batas 1,5 derajat Celsius kini semakin dekat. AS bertanggung jawab atas 11 persen emisi gas rumah kaca global.
Perjanjian Paris mewajibkan negara-negara penandatangan untuk memangkas emisinya dan melaporkan target serta langkah-langkah yang diambil setiap lima tahun sekali. Tenggat waktu pelaporan terbaru akan jatuh pada Februari tahun ini, sebelum Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP30) di Belem, Brasil, pada November 2025.
Pemerintah AS di bawah mantan Presiden Joe Biden telah mengajukan laporan pemangkasan emisi yang ditetapkan sendiri (NDC) pada Desember lalu. Laporan tersebut menguraikan komitmen AS untuk memangkas emisi antara 61 hingga 66 persen dari tingkat emisi pada tahun 2005 pada tahun 2035.
"Mundur dari Perjanjian Paris pada dasarnya menghapuskan NDC secara de facto," kata David Waskow, Direktur Inisiatif Iklim Internasional di lembaga non-profit World Resources Institute.
Namun, Waskow menambahkan meski Trump kemungkinan akan menolak target pemangkasan emisi, NDC yang dilaporkan oleh Biden tetap mengirimkan sinyal kuat. Menurutnya, NDC tersebut menjadi pedoman AS dalam menghadapi perubahan iklim.
"Pemangkasan ini memberi sinyal yang jelas mengenai langkah-langkah yang perlu diambil oleh kota-kota dan negara-negara bagian di AS," ujar Waskow.
Saat Trump menarik AS keluar dari Perjanjian Paris pada masa jabatannya yang pertama, lebih dari 4.000 gubernur, walikota, dan pemimpin bisnis di AS, melalui We Are Still in Coalition, berkomitmen untuk mempertahankan komitmen iklim AS sesuai dengan Perjanjian Paris.
Setelah kemenangan Trump dalam pemilu 2024, beberapa pemimpin negara bagian kembali memperbarui janji mereka untuk melanjutkan pengurangan emisi sebagai bagian dari US Climate Alliance. Aliansi tersebut bertujuan untuk mencapai masa depan bebas emisi.
Kebijakan iklim Biden tercantum dalam Undang-undang Reduksi Inflasi (IRA). Waskow mengatakan klausul-klausul dalam IRA akan menyulitkan Trump untuk mencabut seluruh undang-undang tersebut, terutama karena banyak negara bagian yang dikuasai Partai Republik menerima keringanan pajak dan insentif untuk proyek-proyek energi bersih dan kendaraan listrik.
“Mungkin akan ada beberapa perubahan di beberapa bagian, namun saya rasa kebijakan ini akan tetap utuh. Dan dalam hal bagaimana negara-negara lain bereaksi, saya rasa penting untuk melihat lebih dari sekadar pertunjukan panggung Trump dan melihat apa yang sebenarnya terjadi dalam praktiknya,” kata Waskow.