Oleh : Abdullah Sammy, wartawan Republika
REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Masjid Nabawi disesaki manusia. Gerbang Masjid ditutup sekitar 11.30 waktu Madinah. Maklum ini adalah waktu solat Jumat. Tanggal saat itu 13 Desember 2024.
Saya bersama dua orang keponakan dan kakak ipar tertahan di depan gerbang. Tepatnya di pintu 331.
Kami hanya bisa menatap askar sambil mengintip celah jika dia lengah. Rencana disusun di kepala untuk coba menerobos barikade jalanan.
Ketika askar yang menjaga sedikit lengah, beberapa pria sukses menyelinap masuk. Seperti main kucing-kucingan. Butuh kombinasi kejelian, ketenangan, plus nyali. Rumus kombinasi untuk kadali askar berbadan kekar.
Belum juga melintasi barikade, seorang askar tiba-tiba menegur saya. Saya yang terpaku di tengah barikade sontak diajak berbicara dengan bahasa Arab. Saya tidak mengerti apa maksudnya.
Kakak ipar spontan tertawa ketika mendengar kata-kata si askar pada saya. "Si askar bilang ente jangan malu-maluin orang Arab. Beri contoh yang baik ke orang asing yang datang ke Madinah," begitu ipar saya menerjemahkan apa yang dikatakan si askar pada saya.
Nasib casing Timur Tengah di Madinah. Ketika mengaku orang Indonesia, askar hanya berkata. "La Indunisi (bukan Indonesia)." Begitu askar meragukan ke-Indonesia-an saya. Bukan hanya askar, orang Indonesia pun sama. Ketika saya berbicara bahasa Indonesia dengan keponakan, spontan orang Indonesia menatap keheranan. Seperti memandang sesuatu yang aneh. Seperti alien.
Usai salat pengalaman itu saya rasakan. Soundtrack lagu Sting Im an Englishman in New York tiba-tiba terngiang di kepala.
Singkat cerita ketika hendak kembali ke hotel usai Jumatan, saya mendapati orang Indonesia berkerumun. Belasan orang tampak melingkari satu pria kurus.
Pria kurus berambut ikal gondrong yang berbalut peci putih. Pria itu mengenakan gamis coklat tua dengan atasan rompi tebal. Maklum cuaca Madinah cukup dingin. Sekitar belasan derajat celcius meski siang.
Ketika mendekati pria kurus yang menjadi pusat perhatian, barulah saya sadar siapa pria itu. Dia mungkin jadi sosok yang selama ini dikaitkan dengan dunia hitam di Indonesia. Dunia premanisme. Dialah tokoh Indonesia Timur bernama lengkap Rosario De Marshall. Atau lebih tenar di sapa Hercules.
Sosok yang sepert kisah urban legend. Ada berbagai cerita tentang Hercules. Dari mulai fakta hingga mitos. Dimulai dari kisahnya membantu Prabowo saat Perang di Timor Timur. Hingga kisah Hercules sebagai raja preman di Tanah Abang yang memiliki belasan ribu pasukan.
Hampir bersamaan dengan meredupnya era Orde Baru, hegemoni Hercules pun mulai meredup. Puncaknya dia berseteru dengan jagoan Betawi, Muhammad Yusuf Muhi alias Ucu Kambing. Konflik berdarah itu membuat Hercules terusir dari Tanah Abang.
Sepanjang konflik di Tanah Abang, nyawa berjatuhan. Hercules bahkan nyaris berakhir nyawanya akibat bacokan hingga tembakan di bagian mata. Peristiwa itulah yang jadi pangkal kisah Hercules menjadi urban legend. Preman yang disebut punya sembilan nyawa.
Pada 2006, Hercules mengaku mulai mencari jalan taubat. Tidak hanya memeluk Islam, tapi mendalaminya. Perjumpaan saya dengan Hercules di Madinah rupanya tak hanya usai Shalat Jumat. Tapi hampir setiap waktu shalat. Saya dan Hercules pun ternyata menginap di hotel dan lantai yang sama.
Saya menyaksikan sosok yang dikenal garang itu hadir di Madinah tak hanya berwisata. Tapi untuk beribadah di dalam Masjid. Artinya, Hercules selalu masuk ke Masjid Nabawi tepat waktu shalat.
Saat berjumpa pertama Hercules usai Shalat Jumat, tidak ada kesan garang. Sebaliknya tangannya menenteng tasbih. Meski nada bicaranya tetap tegas dengan logat khasnya yang menggema saat melayani sapaan jamaah yang mengerumuni.
Melihat sosok yang dikerumuni itu Hercules, saya tak buang kesempatan. Spontan saya menyapanya. "Assalamualaikum Bang Hercules, apa kabar?" sapa saya membuka obrolan.
Dalam obrolan singkat Hercules menjelaskan bahwa sebelum ke Madinah dia sudah menjalani umrah di Makkah. Saya lantas meminta Hercules untuk berfoto bersama. Dia pun menyanggupinya.
Saat tengah berbincang singkat sambil mengajak berfoto, seorang Indonesia menyeletuk. "Orang Arab foto sama Hercules."