REPUBLIKA.CO.ID, HANGZHOU -- Hampir lebih dari 200 negara berkumpul di Hangzhou, Cina, untuk membahas laporan asesmen ilmiah perubahan iklim PBB berikutnya. Langkah Presiden AS Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) dari Perjanjian Paris dan melarang ilmuwan pemerintah federal AS berpartisipasi dalam badan ilmiah perubahan iklim PBB (IPCC) membayangi pertemuan tersebut.
Washington dilaporkan tidak mengirimkan perwakilan ke pertemuan IPCC yang membahas laporan perubahan iklim ketujuh. Persoalannya, apakah asesmen ilmiah yang mencakup fisika, dampak iklim dan solusi pemangkasan emisi gas rumah kaca dapat dihasilkan cukup cepat untuk menjadi "data inventaris" atau bahan penilaian laporan kemajuan upaya mengatasi pemanasan global yang akan dirilis pada 2028.
Banyak negara kaya dan berkembang yang paling rentan terhadap dampak iklim mendukung pelaporan itu dirilis tepat waktu. Tapi, banyak negara-negara penghasil minyak dan penghasil emisi terbesar seperti India dan Cina mendorong asesmen ilmiah itu dimundurkan.
Dikutip dari France 24, Senin (24/2/2025), Koalisi Ambisi Tinggi Eropa dan negara-negara rentan mengatakan laporan perubahan iklim PBB 2028 sangat penting dalam Perjanjian Paris. Mereka memperingatkan memutus hubungan keduanya akan merusak kredibilitas dan integritas.
"Kita berutang pada semua pihak yang sudah terdampak krisis iklim, dan pada generasi mendatang, untuk membuat keputusan mengenai masa depan planet kita berdasarkan bukti dan pengetahuan terbaik saat ini," kata negara-negara itu dalam pernyataan bersama, Sabtu (22/2/2025).
Asesmen ilmiah yang dirilis pada 2023 menunjukkan upaya dunia untuk mengatasi perubahan iklim masih jauh dari cukup. Negara-negara peserta Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP28) di Dubai, meresponnya dengan membuat kesepakatan untuk beralih dari energi bahan bakar fosil.
Laporan perubahan iklim IPCC sudah dirilis sejak tahun 1990. Laporan ketujuh akan dirilis pada tahun 2028. Namun dalam laporannya, International Institute for Sustainable Development, mengatakan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, Cina, Arab Saudi, Rusia dan India mendorong agar asesmen ilmiah ditunda. Salah satu alasannya karena proses penyusunan laporan itu terlalu terburu-buru.
Pengamat pertemuan atau observer menilai pertemuan di Cina pada pekan ini menjadi kesempatan terakhir untuk mencapai kesepakatan apakah pelaporan IPCC ketujuh harus dirilis tepat waktu atau tidak.
"Saya pikir kenapa ini menjadi begitu pahit adalah apa yang terjadi saat ini, tekanan geopolitik dan dampak menyakitkan pada keuangan dan peralihan dari bahan bakar fosil," kata seorang sumber yang mengikuti pertemuan di Hangzhou.