Senin 24 Feb 2025 13:49 WIB

Menteri LHK Tekankan Pentingnya Deteksi Dini Cegah Kebakaran Lahan

Pemerintah menyiapkan sumber daya untuk pengendalian kebakaran.

Petugas BPBD Aceh Barat berusaha memadamkan api karhutla di kawasan lahan gambut Desa Leuhan, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (12/2/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Petugas BPBD Aceh Barat berusaha memadamkan api karhutla di kawasan lahan gambut Desa Leuhan, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (12/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan pentingnya langkah antisipatif dan deteksi dini di wilayah rawan kebakaran lahan untuk mengurangi potensi terjadinya peristiwa itu.  Dalam Apel Siaga Pengendalian Kebakaran Lahan Tahun 2025 di Serpong, Banten pada Senin (24/2/2025), Hanif menyampaikan pentingnya langkah antisipatif dalam mengurangi risiko kebakaran lahan karena dampaknya tidak hanya mengancam lingkungan sekitar tapi juga berpengaruh terhadap krisis iklim global.

Oleh karena itu, dia mengingatkan perlunya dilakukan deteksi dini dan pengawasan di wilayah rawan kebakaran lahan sebagai bentuk antisipasi. "Pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh, terutama di wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi. Setiap titik panas harus ditangani dengan cepat melalui patroli darat, udara, dan pemanfaatan teknologi terbaru," ujarnya.  

Baca Juga

Langkah-langkah strategis yang harus diambil meliputi identifikasi wilayah rawan, peningkatan koordinasi lintas sektor, pengawasan berbasis teknologi, edukasi masyarakat, hingga penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan.  

Pada kesempatan apel yang dihadiri berbagai instansi terkait, termasuk TNI, Polri, BNPB, BMKG, dan unsur pemerintah daerah itu, Hanif mengatakan berdasarkan data Satelit Terra/Aqua (NASA) per 23 Februari 2025, terdapat 59 titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi dan 32 kejadian kebakaran di berbagai wilayah Indonesia.  

Meskipun terdapat penurunan titik panas atau hotspot sebesar 53,17 persen dibandingkan 2024, risiko kebakaran lahan tetap tinggi. Provinsi dengan potensi kebakaran tertinggi meliputi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua, Papua Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Sejarah panjang kebakaran besar di Indonesia, seperti yang terjadi pada 1981/1982, 1997/1998, 2007, 2013, 2015, dan 2019, menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan.  

Dalam menghadapi musim kemarau 2025, dia menyerukan seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, TNI, Polri, pelaku usaha, serta masyarakat, untuk memperkuat sinergi pencegahan. Edukasi dan kampanye publik harus digencarkan di kawasan rawan kebakaran. Monitoring prakiraan cuaca secara berkala juga menjadi langkah penting dalam upaya mitigasi.

Dia memastikan pemerintah menyiapkan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang memadai untuk mendukung pengendalian kebakaran di wilayah rentan.

Hanif menambahkan, kebakaran lahan bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, dan stabilitas ekonomi nasional. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam mencegah kebakaran lahan.

"Kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan akademisi sangat penting untuk menciptakan sistem pencegahan yang efektif. Setiap pihak memiliki peran strategis dalam menjaga kawasan rawan kebakaran agar tetap aman. Dengan kerja sama yang solid, kita dapat mengurangi risiko dan dampak kebakaran secara signifikan," kata Hanif.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement