Selasa 11 Mar 2025 16:50 WIB

Efisiensi Anggaran Prabowo: Menjawab Pemborosan Era Jokowi

Pada 2021, anggaran negara tercatat capai Rp 2.750 triliun, hampir 15% lebih tinggi.

Suasana proyek jalan tol yang dikerjakan Kementerian PU. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak mempengaruhi kinerja Kementerian PU dalam membangun negeri. Program pembangunan infrastruktur Kementerian PU pada Tahun Anggaran (TA) 2025 sudah diatur dengan baik, sehingga tidak akan mengganggu atau bahkan menghentikan jalannya pekerjaan infrastruktur yang sedang berjalan.
Foto: Dok Kementerian PU
Suasana proyek jalan tol yang dikerjakan Kementerian PU. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak mempengaruhi kinerja Kementerian PU dalam membangun negeri. Program pembangunan infrastruktur Kementerian PU pada Tahun Anggaran (TA) 2025 sudah diatur dengan baik, sehingga tidak akan mengganggu atau bahkan menghentikan jalannya pekerjaan infrastruktur yang sedang berjalan.

Oleh : Mega Oktaviany, Peneliti Universitas Gunadarma / Sekretaris Eksekutif Bersama Institute

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggaran negara adalah instrumen yang sangat penting dalam menjalankan pemerintahan yang efisien dan efektif. Setiap kebijakan yang melibatkan alokasi anggaran akan berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan program-program yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun, selama beberapa tahun terakhir, isu pemborosan anggaran telah menjadi sorotan, terutama terkait kebijakan-kebijakan yang diambil selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Alokasi anggaran yang meningkat secara signifikan di sektor-sektor tertentu, terutama infrastruktur dan subsidi, sering kali dianggap tidak efektif dalam penggunaannya, bahkan cenderung menyebabkan distorsi fiskal.

Di tengah-tengah kritik ini, penghematan anggaran yang digagas oleh calon presiden Prabowo Subianto terlihat sebagai langkah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran agar lebih tepat sasaran. Bagi Prabowo, penghematan anggaran tidak hanya dimaknai sebagai upaya untuk mengurangi pengeluaran, tetapi juga untuk memperbaiki pengalokasian dana dengan menghindari pemborosan, serta memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan dampak maksimal bagi rakyat.

Baca Juga

 

1. Pemborosan Anggaran di Era Jokowi

Peningkatan anggaran negara Indonesia sejak pemerintahan Joko Widodo pada 2014 telah menjadi isu utama dalam perekonomian negara. Pada 2021, anggaran negara tercatat mencapai Rp 2.750 triliun, hampir 15% lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran pada 2014 yang sebesar Rp 1.700 triliun. Peningkatan ini dipengaruhi oleh dua sektor besar: infrastruktur dan subsidi, yang masing-masing menyedot sebagian besar dana negara.

Salah satu program utama Jokowi adalah pembangunan infrastruktur masif yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah dan daya saing ekonomi Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), anggaran sektor infrastruktur pada 2021 mencapai sekitar Rp 414,8 triliun, atau sekitar 15% dari total anggaran negara.

Meskipun ambisius, implementasi banyak proyek infrastruktur ternyata tidak memenuhi ekspektasi. Sebagai contoh, proyek tol laut yang bertujuan untuk menurunkan biaya logistik sering kali mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya yang signifikan, menciptakan kesan bahwa anggaran yang besar tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal.

Dalam sektor subsidi, pengeluaran negara juga mengalami peningkatan yang signifikan. Subsidi energi pada masa pemerintahan Jokowi, yang mencakup subsidi BBM, gas, dan listrik, pada 2020 mencapai Rp 77,7 triliun. Meskipun subsidi energi bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, pengelolaan subsidi yang tidak efisien seringkali memperburuk ketidakseimbangan fiskal negara. Pada 2020, Indonesia mencatatkan defisit anggaran sebesar Rp 1.039 triliun atau sekitar 6,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sebagian besar disebabkan oleh pengeluaran untuk subsidi energi dan stimulus ekonomi terkait pandemi COVID-19.

Dalam hal ini, pengeluaran yang berlebihan di sektor subsidi justru meningkatkan ketergantungan negara pada pembiayaan utang.

Peningkatan utang negara juga merupakan dampak langsung dari pengeluaran besar dalam sektor infrastruktur dan subsidi. Pada akhir 2020, utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar USD 412,1 miliar, yang lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan angka pada 2014 yang hanya sekitar USD 200 miliar. Kenaikan utang ini memberikan tekanan besar terhadap fiskal negara, karena adanya kewajiban pembayaran bunga dan pokok utang yang semakin meningkat, sementara sumber pembiayaan dalam negeri belum mencukupi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement