Senin 05 Apr 2010 01:35 WIB

Saatnya NU Akomodasi Pakar Multidisiplin

Rep: antara/ Red: taufik rachman

SURABAYA--Pengamat NU Prof. Nur Syam, M.Si. mengatakan bahwa duet K.H. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh dan Prof. K.H. Said Aqil Siradj yang menakhodai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2010-2015 perlu mengakomodasi para ahli dari berbagai disiplin ilmu.

"Kepengurusan PBNU di bawah kepemimpinan Kiai Sahal dan Said Aqil jangan hanya diisi ahli agama, tetapi perlu melibatkan ahli ekonomi, pendidikan, budaya, pertahanan, manajemen, politik, dan hubungan internasional," katanya di Surabaya, Minggu.

Menurut Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya itu, para ahli yang dimaksud juga sangat memungkinkan diakomodasi dari para pesaing atau rival keduanya dalam muktamar pascawafatnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah tiga periode memimpin PBNU itu.

"Kalau semua ahli dilibatkan, saya kira PBNU akan memutuskan sesuatu secara baik karena sudah mendapatkan 'input' (masukan) yang analitis dan adaptif dari berbagai bidang keilmuan," katanya.

Dengan begitu, kata dia, PBNU juga akan mampu mengembangkan diri sebagai mitra kritis yang integratif bagi pemerintah. "Mitra kritis itu tidak memusuhi, tetapi juga tidak membela. Namun, bila salah diingatkan dan bila benar akan didukung," katanya.

Ia menilai Kiai Sahal Mahfudh dan Said Aqil Siradj merupakan sosok pemimpin yang tepat karena Kiai Sahal Mahfudh adalah sosok yang senior dari aspek usia dan keilmuan, sedangkan Said Aqil Siradj adalah sosok yang memiliki visi kemajemukan dan jaringan nasional serta internasional.

"Nahdlatul Ulama itu memang menghargai senioritas seperti di kalangan TNI," ujarnya.

Namun, kata Nur Syam, terpilihnya Said Aqil Siradj yang sangat menghargai multikultural itu akan membuat NU juga sangat majemuk dalam politik. Apalagi Said Aqil Siradj bukan sosok yang kuat dalam politik.

Senada dengan itu, pengamat NU dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. Kacung Maridjan, M.A. menilai PBNU 2010-2015 akan sangat majemuk bila melibatkan pengurus dari berbagai afiliasi partai politik (parpol).

"Kalau misalnya Pak Slamet Effendy Yusuf yang pernah lama di Partai Golkar itu dimasukkan, kemudian kader NU dari PPP, PKNU, PKB, PDIP, Partai Demokrat, dan sebagainya juga dimasukkan, maka NU justru akan sangat netral karena tarik-menarik akan berimbang," katanya.

Dosen Pascasarjana Unair yang alumnus The Flinders University, Australia itu mengatakan bahwa kemajemukan di tubuh NU justru akan mendorong organisasi ini tidak terlalu fokus kepada aspek politik. "Kalau mengacu kepada amanat Muktamar Makassar, saya yakin NU akan bergerak di bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan dakwah," ujarnya.

Di bidang perekonomian, kata dia, NU akan mengupayakan perkebunan kelapa sawit, sedangkan di bidang kesehatan akan mendirikan rumah sakit di tingkat provinsi.

Sementara itu di bidang pendidikan, NU akan bergerak dalam bidang pembenahan lembaga pendidikan yang ada, seperti sekolah-sekolah milik warga NU yang tidak diberi label

"NU" akan menjadi SD NU Khadijah, SMP NU Salahuddin, SMA NU Diponegoro, dan sebagainya.

"Dengan begitu, NU akan menjadi sangat mandiri dalam bidang ekonomi dan politik. Dengan demikian, usaha NU dalam bidang pendidikan, kesehatan, dakwah, kebudayaan, dan sebagainya akan semakin berkembang," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement