JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pertanyakan permohonan Farhat Abaas dalam sidang panel uji materi Undang Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Uji materi ini mempermasalahkan kuorum sebanyak 3/4 untuk hak menyatakan pendapat.
"Permohonan ini tidak secara utuh menguraikan kerugian konstitusional anda," ujar Anggota Majelis Hakim, Akil Mochtar, dalam persidangan di ruang sidang panel MK. Menurutnya tidak hubungan yang menunjukan adanya kerugian dari kedudukan yang diajukan oleh Farhat sebagai warga negara yang memiliki hak memilih dengan berlakunya UU tersebut.
Seharusnya, Farhat sebagai pemohon mampu mengkonstruksikan bahwa UU yang sedang diuji materi itu telah menegasikan hak anggota dewan yang sudah dipilih oleh warga negara. Sehingga orang yang sudah dipilih itu tidak bisa menjalankan haknya. Akan tetapi, Akil memperingatkan, untuk bisa membedakan antara hak anggota dewan dan hak dewan.
"Tapi yang saya lihat cuma sekadar kutip-kutip tanpa ada penjelasan," kata Akil. Dia melihat dalam permohonannya, Farhat tiba-tiba mencantumkan pasal 182 dari UU itu. Sedangkan materi yang diuji materi adalah pasal 184 ayat (3) yang menyebutkan tentang jumlah kuorum 3/4 itu. Pemohon tidak mencantumkan penjelasan hubungan antara kedua pasal itu.
Sementara itu, alasan awal Farhat mengajukan uji materi UU Nomor 27 Tahun 2009 tersebut berdasarkan haknya sebagai warga negara. Yaitu hak untuk memilih. Namun, orang yang sudah dipilih dan duduk sebagai anggota dewan itu justru tidak bisa mengajukan hak menyatakan pendapat karena terbentur peraturan dalam UU tersebut.
Padahal menurut pasal 7B ayat (3) UUD 1945, jelas disebutkan bahwa jumlah kuorum adalah 2/3 anggota dewan yang hadir. Sedangkan pada pasal 184 ayat (3) justru disebutkan kuorumnya harus mencapai 3/4 anggota dewan yang hadir. "Pasal tersebut kita anggap bertentangan dengan UUD 1945," kata Farhat. Oleh karena itu dia meminta peraturan dalam pasal 184 ayat (3) tersebut jumlah kuorum dikembalikan menjadi 50 persen tambah satu atau 2/3.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Muhammad Alim, dengan tegas meminta Farhat untuk bisa menjelaskan kaitan antara pasal 184 ayat (3) itu dengan pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Karena menurut pandangan Alim, kedua pasal itu membicarakan substansi yang berbeda.
Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 menjelaskan tentang cara pengajuan permintaan DPR ke MK untuk mengadili pendapat DPR. Sedangkan pada pasal 184 ayat (3) UU Nomor 27 Tahun 2009 justru membicarakan tentang hak menyatakan pendapat.